Jumat, 25 September 2015

Gadis Nostalgia



Sejak aku menulis ini kamu memang tak pernah hadir lagi.Tak pernah hadir lagi di hadapanku tapi aku selalu mengulang kesalahan yang sama. Menghadirkanmu dalam mimpiku setiap malam. Memaksa kenangan memakanku mentah-mentah. Aku memang gadis nostalgia yang selalu menoleh ke belakang tanpa arah. Waktuku hanya habis dibalik layar memandang kehangatan kita melalui foto reuni, menelisik setiap kegiatanmu melalui akun twitter. Tak hanya twitter, berusaha mencari-cari namamu di semua sosial media. Padahal jelas kamu hanya punya twitter. Kamu bukan pria yang mudah mengumbar apapun melalui sosial media. Entah kenapa aku terus memaksa jempolku untuk mengetik ejaan namamu. Nafasku mulai berangsur-angsur sesak.

Ejaan nama yang sudah terpatri menemaniku sebelum tidur. Malam adalah puncaknya, puncak di mana memori tentang kamu menguar seperti kepulan asap, pekat menyakitkan. Sepi, dingin dan gelap. Lalu kudengarkan lagu-lagu yang pernah menemani kegiatan kita, salah satu pemicu tetesan air mata. Sudah tau pedih tapi masih dilanjutkan. Mulai ku hadapi kenangan yang merayapi. Main sebentar dengan yang namanya ingatan. Mengingat bahwa kita pernah tak saling sapa. Memasang kuda-kuda saling mengadu pada pak guru bahwa kamu tidak pernah menyelesaikan tugas piket harian. Saling melirik dengan mata melolot, mengisyaratkan bahwa kita akan saling menjatuhkan pada ujian matematika. Begitu setiap hari. Namun suatu saat kamu diam, memandangku seolah penuh tanya.

Tiada henti aku marah-marah sambil meminta uang iuran kelas. Kamu menunggak banyak dan aku kerap muntab, tapi kamu diam. Cukup senyum yang kamu sematkan. Matamu terpancar begitu sendu tak bernafsu membalas bahkan mengadu. Aku semakin menjadi-jadi untuk memancing emosimu. Tanganmu malah menepuk-nepuk jidatku sambil berujar ‘marahlah semaumu’. Kamu jadi tak biasa. Bukan tak biasa tapi kamu mulai menyimpan rasa.

Tak pernah kusadari itu, hingga pada kondisi kamu mulai mendekatiku dan mengutarakan isi hatimu. Maaf saat itu aku terlampau bodoh memahami semua. Memahami bahwa kamu telah mencintaiku. Aku hanya gadis SMA yang tak pernah mengerti bahwa setiap pertengkaran kita adalah hal yang sangat berarti bagimu hingga kamu dititik penat. Penat untuk meladeniku marah-marah, dan memilih menyerah. Aku tak pernah mengerti pertengkaran merupakan caramu untuk mengorek informasi tentangku. Aku tak peka. Tapi aku juga tak salah, karena taktikmu pun membuatku buta rasa.

Andai semua dapat diulang. Aku masih hafal senyum manismu yang dulu, yang kini menjadi abu. Sekarang kita sudah dewasa, mampu menangkap setiap kode abstrak bernama cinta. Modus lain yang bisa kamu pelajari untuk dekat denganku lagi. Bukan lewat pertengkaran, ada bbm yang siap menemani kita bercanda. Aku hanya mengandaikan kita bersua lagi lewat aplikasi kemudian berangsur menjadi pertemuan. Ini hanya harapan, iya harapan yang susah diwujudkan. Karena kita sekarang sudah saling melupakan.Tolong jangan pernah ada kata rindu di ujung nafasku. Aku lelah, aku hanya ingin terbebas dalam perasaan masa lalu yang terus menggebu. 

Jika tak pernah menjadi masa depan maka segeralah tuntas berlalu jangan jadi masa lalu yang selalu mengadu.

by : Indah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar