Sejak aku menulis ini kamu memang tak pernah hadir lagi.Tak pernah hadir lagi di hadapanku tapi aku
selalu mengulang kesalahan yang sama. Menghadirkanmu dalam mimpiku setiap
malam. Memaksa kenangan memakanku mentah-mentah. Aku memang gadis nostalgia
yang selalu menoleh ke belakang tanpa arah. Waktuku hanya habis dibalik layar
memandang kehangatan kita melalui foto reuni, menelisik setiap kegiatanmu
melalui akun twitter. Tak hanya twitter, berusaha mencari-cari namamu di semua
sosial media. Padahal jelas kamu hanya punya twitter. Kamu bukan pria yang mudah
mengumbar apapun melalui sosial media. Entah kenapa aku terus memaksa
jempolku untuk mengetik ejaan namamu. Nafasku mulai berangsur-angsur sesak.
Ejaan nama yang sudah terpatri menemaniku sebelum tidur.
Malam adalah puncaknya, puncak di mana memori tentang kamu menguar seperti
kepulan asap, pekat menyakitkan. Sepi, dingin dan gelap. Lalu kudengarkan
lagu-lagu yang pernah menemani kegiatan kita, salah satu pemicu tetesan air
mata. Sudah tau pedih tapi masih dilanjutkan. Mulai ku hadapi kenangan yang
merayapi. Main sebentar dengan yang namanya ingatan. Mengingat bahwa kita
pernah tak saling sapa. Memasang kuda-kuda saling mengadu pada pak guru bahwa
kamu tidak pernah menyelesaikan tugas piket harian. Saling melirik dengan mata
melolot, mengisyaratkan bahwa kita akan saling menjatuhkan pada ujian matematika.
Begitu setiap hari. Namun suatu saat kamu diam, memandangku seolah penuh tanya.
Tiada henti aku marah-marah sambil meminta uang iuran kelas.
Kamu menunggak banyak dan aku kerap muntab, tapi kamu diam. Cukup senyum yang
kamu sematkan. Matamu terpancar begitu sendu tak bernafsu membalas bahkan
mengadu. Aku semakin menjadi-jadi untuk memancing emosimu. Tanganmu malah
menepuk-nepuk jidatku sambil berujar ‘marahlah semaumu’. Kamu jadi tak biasa.
Bukan tak biasa tapi kamu mulai menyimpan rasa.
Tak pernah kusadari itu, hingga pada kondisi kamu mulai
mendekatiku dan mengutarakan isi hatimu. Maaf saat itu aku terlampau bodoh
memahami semua. Memahami bahwa kamu telah mencintaiku. Aku hanya gadis SMA yang
tak pernah mengerti bahwa setiap pertengkaran kita adalah hal yang sangat
berarti bagimu hingga kamu dititik penat. Penat untuk meladeniku marah-marah,
dan memilih menyerah. Aku tak pernah mengerti pertengkaran merupakan caramu
untuk mengorek informasi tentangku. Aku tak peka. Tapi aku juga tak salah,
karena taktikmu pun membuatku buta rasa.
Andai semua dapat diulang. Aku masih hafal senyum manismu
yang dulu, yang kini menjadi abu. Sekarang kita sudah dewasa, mampu menangkap
setiap kode abstrak bernama cinta. Modus lain yang bisa kamu pelajari untuk
dekat denganku lagi. Bukan lewat pertengkaran, ada bbm yang siap menemani kita
bercanda. Aku hanya mengandaikan kita bersua lagi lewat aplikasi kemudian
berangsur menjadi pertemuan. Ini hanya harapan, iya harapan yang susah
diwujudkan. Karena kita sekarang sudah saling melupakan.Tolong jangan pernah
ada kata rindu di ujung nafasku. Aku lelah, aku hanya ingin terbebas dalam perasaan
masa lalu yang terus menggebu.
Jika tak pernah menjadi masa depan maka segeralah tuntas
berlalu jangan jadi masa lalu yang selalu mengadu.
by : Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar