Pipiku bertambah gimbul, keningku
meluas ada titik yang paling ku benci tumbuh kemerah-merahan ditengah-tengah
jidatku. Kupencet-pencet lantas meringis kesakitan. Ish..jerawat ini. Kulempar
cermin cembung kecil yang tak memuaskanku itu. Kubedaki tebal-tebal. Kemudian
aku mundur beberapa langkah menatap cermin yang lebih besar dan lebih
memanilpulasi kecantikanku.
Cukup puas dengan mini dress
kekuningan dengan rumbai-rumbai dibagian bawah roknya. Sabuk sebesar satu inchi
membentuk tubuh langsingku. Ada pita orange dibagian belakangnya. Kukenakan tas
selempang kuningku. Frame kacamata terpasang ditelingaku. Rambut berponi kuncir
kuda menolongku menutupi jerawat yang membengkak. Setidaknya aku cukup terlihat
formal untuk hari pertama mengajar.
Kring~Kring.
“CHAGIYAAA~~~!!!”
“Baiklah. Ada kejutan apa lagi
sekarang” Nadaku berbisik. Menghampiri suara yang lantang membahana. Ku buka
grendel jendela, kudorong keatas. Kepalaku terjulur kemudian. Luhan sudah
dibawah dengan setelan jaket dan celana pendek lucunya yang lain. Kali ini
penambahan topi yang menutupi jambul merahnya terlihat seperti bukan mahasiswa.
Dominasi warna orange disebelah kanan lengannya dan kuning kecoklatan dibagian
sebelah lainnya. Selalu saja couple dan mematikan. Posenya duduk manis-manis
sembari memainkan bel dan mengayun ayunkan stir sepeda pancal. Aku melambai
padanya “Oppa!!!”.
Aku segera turun sedikit
terhambat flat shoes saat berusaha memakainya.
“Tak biasanya menggunakan
sepeda?” Sambutku dengan senyum yang paling ceria. Berharap bisa mengalahkan
kemanisannya.
“Karena hari ini hari sabtu”
Double keceriaannya menghempasku.
“Apa hubungannya?”
“Tidak ada. Kacha~~” Menyuruhku untuk segera
duduk diboncengan. Aku menurutinya dalam kebodohan yang kubuat sendiri. Saat
itu angin di siang hari lebih kencang dari biasanya, membuat seluruh dandananku
lebih cepat acak-acakan dari biasanya.
“Chakama~~” Suara Luhan
melengking. Detik itu juga seperti menekan tombol off pada lampu dia memencet
jerawatku dengan jempolnya. Membuatku berteriak.
“Hyaaa…aigooo!!!”
Tawanya membeludak. Hampir keluar
air mataku karena perih. Aku tertunduk kugosok pelan-pelan dengan rambutku. Detik
berikutnya Ia memasang topi hitamnya pada kepalaku. “Mianhae” Bibir tipisnya
tersirat padaku. Aku melihatnya sekilas. Dengan sengaja memamerkan wajah
porselennya padaku. Wajah tanpa jerawat itu membuatku sakit mata. Aku segera
duduk diboncengannya, kedua tanganku berpegangan pada pinggulnya yang kecil.
Tiba-tiba muncul gerakan gerakan yang membuatku harus mengantisipasi
perlakuannya. Aku terperangah. Ia mengikat pinggulku dengan jaketnya. Menutupi
kakiku yang telanjang.
“Siapa suruh memakai mini dress.
Anginnya kan kencang” Ketusnya.
*****
Aku dibawa bergabung disebuah
acara amal keluarga Luhan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Selalu menyita
perhatianku. Garage Sale. Menjual apa
saja yang bisa dijual entah itu barang bekas atau pun yang baru tapi tak pernah
digunakan. Aku sibuk memilah pakaian
Luhan yang masih layak pakai. Barang-barangnya yang menurutku tottaly childish dikemas dalam satu
kardus penuh. Siap dijual untuk anak-anak kecil disekitar rumahnya. Sering kali
disaat saat seperti ini kami bertengkar hanya karena dia tak pernah rela
menjual mainannya.
“Kapan kau jadi dewasa dengan
menyimpan barang-barang seperti ini” Memasukkan miniature mobil VW kedalam
kardus sambil menggerutu. Ekspresinya tampak tak suka melihatku menyentuh
mainan-mainannya. Ukuran kamarnya yang 5x6 itu penuh dengan rongsokan bagiku.
Rapi tapi isinya tak penting. Rak buku mengenai hukum dan undang-undang tertata
rapi. Baiklah itu penting tapi sisanya apa? Gudang miniature dan action figure.
Tahun lalu sudah terjajah habis tapi kenapa seperti mati satu tumbuh seribu.
Dua kali lipat lebih banyak.
“Aku akan dewasa dengan caraku
sendiri” Mendadak jawabannya galau. Kakinya terayun-ayun diatas kamar susun
yang biasa kutempati tidur waktu SMA. Melempar-lempar bola basketnya.
“Sudah lama aku tidak menginap
disini ya. Terakhir kali saat kelulusan SMA” Mengingat-ingat.
“Hanya karena kau kabur dari
rumah. Hanya karena kau dimarahi ibumu agar masuk fakultas kedokteran. Sungguh
kekanak-kanakan” Singgungnya.
“Setidaknya aku tidak menyimpan
mainan-mainan ini kan” Sindirku balik. “Segera selesaikan tugas akhirmu lalu
bekerja lalu menikah” mukanya berubah masam. Aku bangkit dari zona nyamanku.
Naik tangga tempat tidur, ingin menyusulnya. Pintu kemudian terbuka cepat.
Sosok wanita keibuan datang membopong dua gelas besar bubble tea diatas nampan.
Bentuk mukanya kecil dan melankolis mirip sekali dengan Luhan. Bedanya ada
beberapa rambut keputihan yang semarak diubun-ubunnya. Memanjang sebahu.
“Bubble tea time” Senyumnya
sendu. Aku dan keluarga Luhan sudah erat. Ibunya sudah kuanggap ibuku sendiri.
Menginap bersama hingga rekreasi keluarga bersama pernah ku lakukan. Hanya
karena Luhan anak tunggal dan hanya karena dia kehilangan Chanyeol dulunya. “30
menit lagi acara dimulai, kalian jangan kebanyakan bermain” Sekedar
menghidangkan minuman dingin lantas keluar lagi. Sepertinya garage sale menyita waktu untuk
bercakap banyak. “Arraseo”.
“Sepertinya aku tidak melanjutkan
kuliahku. Aku bosan. Slurp…”
Menyeruput bubble teanya dengan santai.
“Nae? Kurang sejengkal lagi? Kau
pintar oppa sangat pintar. Tugas akhir bisa kau gapai dengan mudah, didepan
mata. Sayang sekali. Apa kata ibu nanti?”
Aku buru-buru menaiki tangga.
Ingin mendapat kejelasan atas ucapannya yang menohokku. Duduk didepannya,
memegang bubble teaku. Sama-sama menyedotnya. Mendengarkan dia dengan penuh
waspada.
“Kemarin Chanyeol menginap disini
kemudian pulang pagi-pagi sekali. Dia berbicara banyak tentang Resto XOXO. Dia
butuh owner kedua atas usahanya. Lalu malam semakin larut dan dia berbicara
banyak tentangmu juga”
“Aku tak mengerti” Mataku
terbelalak.
“Resto XOXO itu miliknya”
Sejenak aku termenung “Pantas tak
ada pelanggan”
“Baru akan dibuka nanti malam”
Kepalanya bersandar dibantalnya yang empuk sekarang. “Setelah mengajar dia akan
menjemputmu”
“Lantas apa maksud voucher
berdiskon kemarin ?” Tanyaku dengan muka gemas.
“Hehe aku hanya iseng” Kepalanku
meninju perutnya datar hampir tumpah segelas bubble tea dalam genggamannya,
dia mengaduh pelan.
“Jangan korbankan sekolahmu
disaat seperti ini. Hanya karena alasan bosan, aku tidak setuju. Kurasa orang
tuamu akan mengusirmu dari rumah”
“Aku punya jalan hidupku sendiri.
Aku yang memutuskan untuk meneruskan kuliahku dengan ikhlas atau tidak” Ia
menegaskan.
“Oppa, memiliki impian yang unik.
Memiliki restoran untuk anak-anak. Berbagi kebahagian dengan semua anak
didunia. Tidak terlalu berat sebenarnya. Masih berat cita-cita menjadi dokter,
pengacara, pengusaha ataupun direktur sekalipun. Resto XOXO sudah memberi
setengah harapanmu bukan? Dan itu semua atas kerja keras Chanyeol. Tapi tidak
bisakah dipending sebentar?” Jelasku dengan rasa mempertahankan. Ditelan
ludahnya sekarang. Ia menggeleng pelan. Keras kepala.
“Sepertinya, aku tak ingin
membahasnya sekarang”
Hening sejenak kucairkan suasana
galaunya.
“Bicara tentangku soal apa
kemarin?” Aku curiga. Kulirik matanya yang sekarang tertutup. Berpura-pura
tidur tapi masih mendengarkan. Ada seringai senyuman dibibirnya yang kecil.
“Nuna, seandainya saat ini ada
yang menyukaimu. Akhirnya kau punya kekasih apakah oppamu ini akan tergantikan?”
Raut wajahnya mulai tak terbaca dimataku.
“Kau ini bicara apa? Bukankah aku
sudah pernah bilang persahabatan itu rasanya akan berbeda dengan kisah
percintaan itu sendiri”
Tubuhnya sekarang oleng
menyamping. Kedua kakinya yang terayun merangkak naik. Menghalangi jalur
tangga. Matanya masih tertutup. Ia menghela nafasnya perlahan. Tenang.
Kuperhatikan mata, hidung dan mulutnya untuk yang kesekian kali. Aku berkedip
hanya untuk memastikan Luhan tampak lebih dewasa diwaktu-waktu yang tak
terduga. Takut untuk kehilangan dan merasa cemburu untuk yang pertama kali. Apa
yang terlintas dalam pikirannya sekarang? Sampai tersirat rasa khawatir
dimatanya meski tertutup sekalipun. Aku bisa melihat ada bayangan yang merayapi
kenangannya. Kenangan bersama Chanyeol malam itu. Malam dimana aku berdua
dengannya melihat bulan dari kubangan air.
Pemuda berkulit putih itu
berkesempatan bertandang kerumah Luhan setelah sekian lama. Melepas kerinduan,
moment pernah kehilangan serasa tak pernah mereka rasakan. Mengungkapkan
unek-unek yang ada dengan basa basi yang sulit diterjemahkan. Permbicaraan dua
lelaki berumur 23.
“Apa yang membuatmu membangun
XOXO?” Luhan serius.
“Apa salahnya membayar rasa
salahku padamu dengan membangun sebagian impian yang kau kehendaki” Suara dalam
Chanyeol mengusik kecurigaan Luhan.
“Aku percaya padamu bahwa suatu
saat kau kembali dengan segala kejutan yang kau bawa. Aku benar-benar kesepian.
Bodohnya aku hanya percaya padamu saja. Susah untuk bergaul dengan yang lain.
Sampai Hyuki datang dengan caranya yang menarik” Cerita Luhan.
“Sudah sebatas apa kau dan dia?”
“Kita akan menikah bulan depan”
Goda Luhan dengan wajah bengilnya.
“Jinjjayo?” Kaki Chanyeol
terhentak hampir menjatuhkan gitar yang ia sandarkan di kursi. Luhan bertepuk
tangan meriah. Gembira mengetahui temannya terkaget.
“Ada apa dengan matamu? Lihat ada
bias cahaya yang aneh aigo~~ bola mata yang hitam berubah warna menjadi pink.
Ah..pipi, telinga dan hidungmu memerah. Pria ini hidung belang” Lawakannya
membuat Chanyeol menerjang tubuh mungil Luhan. Mengangkatnya tinggi-tinggi.
Luhan membuat suara teriakan. Mereka bergulat cukup lama hingga ruangan berisik
kemudian lelah.
“Kemampuanku bisa merasakan hal
yang berbeda dalam diri sahabatku. Termasuk dirimu yang mungkin sedang
dihinggapi getaran-getaran aneh” Luhan mengatur nafasnya lelah.
“Ah..Song Hyuki. Bagaimana jika
aku cemburu dengan keakrabanmu?” Celetuk Chanyeol.
“Sayangnya aku tak bisa
mencintainya. Tak pernah terbelsit diotakku aku akan menikah dengannya. Aku
sayang padanya, merasakan cemburu jika ada pria yang menggodanya, ingin ku
lindungi walau itu hanya tiupan angin yang berputar-putar pada tubuhnya. Tapi
itu bukan cinta. Melebihi apapun. Melebihi kakak dan adik, saudara kembar
bahkan sepasang kekasih sekalipun” Matanya yang menatap langit-langit kini
mengarah kepada Chanyeol yang berusaha menyamakan perasaannya. Menatap pria itu
begitu dalam, mata Luhan berbicara dalam suasana sendu. ”Dekati dia dan temukan
kehangatan didalamnya. Sisi Hyuki yang tak pernah kau temukan didalam gadis
lain. Seperti magnet dan candunya luar biasa”
*****
Acara jual menjual barang tak
terpakai berlangsung ramai. Mungkin yang membuat ramai adalah Luhan bersama
para fans-fansnya. Tiap tahunnya selalu saja bertambah. Kenapa tidak jadi artis
saja pikirku kesal. Entah sejak kapan Luhan memiliki ability penarik perhatian gadis-gadis. Setauku Luhan juga tidak
berbuat apa-apa dalam hidupnya yang menyebabkan kehuru-haraan didepan rumah.
Tetangganya juga ikut berdatangan seperti memang menjadi tradisi disini. Aku
menikmati ini semua jika Luhan dan keluarganya juga ikut senang.
Barang terjual lumayan banyak.
Hingar bingar para pembeli masih belum surut meski menjelang malam. Aku harus
bergegas ke rumah pak rektor untuk pertemuan pertamaku dengan anaknya sekaligus
memberi kesan yang bagus diperkenalan pertama. Kubereskan semua sisa-sisa barang
yang tak laku dijual. Luhan tampak lelah semuanya bekerja keras hari ini. Tapi
tugasku belum selesai. Aku pamit lebih cepat. Sosok ayah dan Ibu memberiku
pelukan hangat tanda sayang dan ucapan terima kasih.
Jelas Luhan tak pernah
meninggalkanku sendiri. Diantarnya menggunakan taksi kali ini. Aku tau dia
kelelahan meladeni teriakan gadis-gadis SMA. Gerbang rumah pak rektor
terpampang membelenggu segala isinya. Seperti rumah hantu yang remang-remang.
Orang kaya.
“Jangan terlalu lelah untuk
perkenalan pertama masih ada Resto XOXO yang ingin ikut dibagi oleh semangatmu”
Pesan Luhan baik-baik.
“Arraseo” Gemasku padanya membuat
tanganku meluncur kejambulnya yang merah. Dia mengibaskan tanganku perlahan
dengan desahan anak TK. “Andwae~~. Jangan lupa nanti akan dijemput Chanyeol”.
“Nae, Gomawo” Ada yang ingin
kusampaikan sebelum Luhan beranjak pergi. “Oppa..” Aku memanggilnya, dia
mendengarku.” Jika aku jatuh cinta. Jika cinta membutakan mata hatiku dan
sekiranya berat bagiku untuk mempertahankannya apalagi jika akan merusak
hubungan kita. Cegahlah aku, pisahkan kami berdua karena aku tidak ingin
kehilanganmu. Jaebal”.
Ada hentakan dihati Luhan aku
merasakannya. Dia tertegun sebentar, berusaha memaknai kalimatku. Aku ingin
dipeluknya saat itu juga, aku pun merasa takut. Akan ada sesuatu yang menimpaku
dalam waktu dekat. Gelisah. Namun dia hanya membalas ku dengan kalimat
singkatnya, dengan senyuman yang paling hangat tercurah dari perasaannya “Semua
akan baik-baik saja” Kemudian kami berpisah.
*****
Perasaan apa ini? Tegang. Gugup.
Dag dig dug. Cemas dan bergetar. Kurapatkan gigiku. Kuketok lagi pintu seluas
dua kali pintu berukuran normal itu masih tak ada tanggapan. Rumah rektor tiga
kali luas rumahku. Daebak. 5 menit
berlalu aku dibiarkan diluar. Mungkin ada bel? Jangan-jangan bentuk belnya
tidak bisa kumaknai itu sebagai bel atau CCTV? Ah..molla.
Suntukku perkara pintu membuahkan
hasil. Tak lama terdengar gagang pintunya bergemeletuk. Pintu terbuka. Seketika
kusiapkan kalimat sapaan yang bagus untuk salam pertama. Kubetulkan poniku,
kututupi jerawat yang makin memerah ini. Sosok wanita ternyata yang muncul,
membelakangi ku. Kutahan kata ‘anyonghaeseo’ yang hampir menghambur dari
kerongkongan. Kulihat saja wanita berparas tinggi itu yang ternyata sibuk
tertawa bersama pria yang kemudian mengekor keluar dari balik pintu. Mereka
tidak melihatku atau sengaja untuk tidak melihatku. Aku menunggu untuk
digubris.
Ketika kuamati lebih dekat pria
itu sama jangkungnya seperti Chanyeol mungkin lebih tinggi satu atau dua
sentimeter, kontur wajahnya lebih lonjong dengan rahang yang tegas. Rambutnya
hitam jabrik sepertinya sedang trend saat ini. Matanya berpendar tajam layaknya
warewolf. Setelan busana kemeja putih pressbody, bawahan celana panjang hitam.
Benar-benar cemerlang. Manusia jadi-jadiankah ini.
Kenapa kudalami setiap inci
tubuhnya? Melihatnya terlalu lama akan membuatku kehabisan darah. Anggapanku aku adalah calon korbanya dan dia vampir. Warewolf menjadi vampir. Otakku sudah kongslet. Bagaimana dengan suaranya?
Jangan-jangan seperti Luhan. Dia anak rektorkah? Ah..dia akan jadi muridkukah?
Andwae! Pemuda seperti dia pasti memiliki predikat bahasa inggris diatas
rata-rata. Matanya bias akan image bad boy. Aku terlalu banyak berimajinasi.
Terlalu dikelilingi laki-laki macam manekin. Terlalu mengagungkan sosoknya
sampai berkedippun tidak.
“ Kris oppa. Gomawo untuk malam
ini. Ku harap bisa bertemu” Ujar wanita paruh baya itu dengan genit. Sempat dia
memegang pundak warewolf itu. Masih tak menganggapku ada.
Namanya Kris. Statusnya pacar
orang. Tipe wanita idealnya adalah nuna nuna ini. Wanita dengan tubuh sexy dan
pasti melakukan operasi plastic. Hya! Kenapa aku bisa sekejam ini. Mengenalnya
saja tidak. Hilangkan hilangkan.
Secercah cahaya menyilaukan
mengarah padaku. Mobil sedan hitam parkir didepanku tepat. Seorang supir
membukakan pintu kemudian wanita cantik itu masuk dan melambai malu-malu kearah
Kris yang hanya membalasnya dengan senyuman hormat. Tampak tak segan. Tidak ada
tanda sayang jika itu kekasihnya. Aneh.
Mobil sedan itu pergi, tinggal
aku dan dia. Warewolf yang membuatku terpanah. Menusukku dengan mata elangnya.
Aigo.
“Silahkan masuk, maaf ada sedikit
gangguan” Ucapnya ramah. Dentuman suara bassnya lebih berat dari suara
Chanyeol. Parau dan penuh geraman. Fix! Manusia setengah serigala. Dan dia
ternyata menganggapku ada sedari tadi. Kenapa aku jadi senang?
“An..anyeong. Ehem. Aku guru…”
“Guru bahasa inggris”
Ada apa dengan pita suaraku,
mendadak serak dan melemah.
Aku masuk kedalam istana
warewolf. Pak rektor memiliki selera yang bagus. Selera kebarat-baratan. Diajaknya
anak biasa sepertiku masuk kedalam ruangan yang lebih pribadi. Jalannya cukup
jauh melewati lorong-lorong dan sekarang naik tangga. Mencoba untuk membiasakan
diri dengan kondisi ini.
“Aku Kris dan kau pasti Song
Hyuki” Warewolf ini bicara dengan jantannya. Namaku disebut dengan lugas. Ada
bunga-bunga dalam kepalaku yang berterbangan. Tak pernah kurasakan sebelumnya.“Klienku
sepertinya tampak mengganggu ya? Tatapanmu membuatku agak tersinggung?”
Seperti tamparan keras dipipiku. Aku
bukan menatapnya tapi menatapmu.
“Kau juga menatapku lebih
dari tiga detik hehe” Tiba-tiba dia
terkekeh. Bunuh keidiotanku sekarang. Mulutku hanya terkatup-katup. “Mianhae,
aku tak bermaksud seperti itu. Mungkin aku terlalu exited bertemu murid
pertamaku” Song Hyuki kau terlalu jujur. Aku menggeleng dibalik punggungnya.
Mengikuti jenjang kakinya melangkah. Dia melanjutkan tawanya yang renyah. Sejenak
ada yang mengusik kepalaku.
“Tunggu, kau bilang klien? Lalu
oppa?” Rasa ingin tahuku menyeruak. Mata elangnya melirikku lagi. Seperti
berenang-renang mencari jawaban yang tepat. Tangannya membuka pintu tepat
disebelahku.
“Kau bisa memanggilku oppa jika
kau mau” Santainya. Kris melenggang masuk meninggalkanku yang mematung diluar.
Mungkin dia melihat ekspresiku yang congkak. Aku sadar itu “Masuklah. Maaf
tempatnya sempit”.
Standar tempat sempit baginya
adalah lapangan bagiku. Aromanya benar-benar menyegarkan. Parfum? Bukan. Bau
lembab yang menyegarkan. Hutan? Seperti aroma pohon pinus. Bolehkah aku
terdampar diranjangnya yang tampak empuk dengan selimut-selimut bulu yang
menyembul. Mataku jadi ingin tidur. Sederhana tak banyak pernak-pernik seperti
kamar Luhan. Pajangan beberapa foto masa kecil. Beberapa rak buku. Meja
belajar, lemari dan kamar mandi dalam. Warnanya serba netral. Ada kecoklatan,
cream, biru muda dan pria seperti dia menyimpan warna feminim juga rupanya. Aku
menahan tawa.
“Tidak ada sofa jadi belajar
dikarpet saja sepertinya lebih menyenangkan” Simpulnya. Aku tercekat bingung
menanggapi tawaranya. Entah kenapa pikiran dan otot-otot kakiku seperti
tersihir. Aku duduk seperti anjing yang disuruh tuannya. Di karpet yang lembut.
Otak kanan dan kiriku masih bergelut dengan gerutuan akan auranya. Tanpa aku
sadari Kris dengan sangat biasa duduk manis di atas ranjang sambil memperhatikan
tingkahku. Kedua kakinya menopang siku-sikunya yang kekar. Aku masih tak percaya
dia anak SMA dan dia muridku. Segala khayalanku adalah sampah. Mulai
kukeluarkan modul grammer yang paling ditakuti siswa SMA tanpa menatapnya.
Kris masih bergeming kemudian
kudengar dia menebar senyum kecilnya. Aku masih diam, kukatubkan kedua bibirku.
Kenapa dia masih duduk diatas? Mencoba menjadi guru yang baik. Kesan pertama
harus terlihat ramah dan sabar.
“Anggap saja kita sudah melakukan
perkenalan. Kau tau namaku dan akhirnya aku juga tau namamu” Kugunakan bahasa
formal agar terlihat professional dimatanya. “Awal pertemuan aku ingin sekedar
sharing mengenai kemampuan bahasa inggrismu. Apa yang susah dari pelajaran itu?
Apa yang kau suka?”
Bahasa formalku agakanya terasa
aneh baginya. Dia menatapku terus menerus membuatku salah tingkah. Sekarang
punggungnya merosot kebawah. Berjongkok dihadapanku. Memegangi dengkulnya yang
terbalut celana hitam. Luhan tolong aku.
“Mulai lah berbicara menggunakan
bahasa inggris sesukamu. Dimulai dari sekarang”
“My name is Kris. Iam from Canada. I like basket. I wanna be basket
player. My favorit song is Angel by EXO. You know that? Just ballad song. I
love this country. Really beautiful…”
Sepertinya dia sudah menipuku.
Tipuannya mengaburkan segala perasaanku. Mengelabuhi kemarahanku menjadi
sesuatu yang aneh yang susah didiskripsikan. Dia mengoceh dalam bahasa inggris
dengan standar diluar kendali. Lebih pintar dari yang kubayangkan. Mahacongkaknya
aku sekarang.
“And im not your student. No student, no teacher. Just you and me”
Dia mengigau kali ini. Baru kali
pertama kulihat warewolf mabuk. Chanyeol jemput aku sekarang kumohon.
TBC….