Sabtu, 14 Desember 2013

Gitaris Amatir

Apa yang membuat seonggok benda ini menarik perhatianku. Berdenting jika dipetik. Satu petikkan membuatku terpana. Tertoreh warna pada bodinya yang paling kusuka. Coklat. Normalnya, kaum adam yang sering memainkannya, tak ada hasratku untuk mempelajarinya. Hanya saja....seolah memanggilku. Kudiamkan saja benda itu tergolek, ada yang membisik di telingaku "cobalah, satu petikkan saja"

Oke...satu petikan.

Tiap senarnya kujamah dengan jari jari ku. Suaranya keluar. Tersungging senyuman dibibirku, mataku berbinar. Otakku mulai memvisualisasikan hal yang tak pernah kupikirkan sebelumnya. Aku memilikinya. Akustik. Chord. Aku main gitar, alat musik pertamaku. Thousand years. Imajiku berhenti dithousand years. Lagu yang paling kusuka. Pipiku merona. Setu petikan menjadi berkali-kali petikan asal.

Aku mulai belajar, bertanya tanya pada teman. Tak peka nada. Fales. Googling. Hampir menyerah. Sangat amatir. Benda ini menyakitiku, membuat tangan kiriku melepuh lalu mengelupas selama seminggu hanya untuk belajar nada dasar Am dan Em lalu C, G dan F. Hasilnya jari jariku menjadi mati rasa. Tak tau sebising apa tiap malam di kamar kosku. 

Gitar ini membuatku penasaran! Aku hanya butuh satu lagu utuh Thousand years tanpa harus menunggu laki-laki yang sayang padaku memainkannya untukku. Ambisius. Aku harus bisa! merasakan sensasi romantis yang dipakai para laki-laki untuk menarik perhatian lawan jenis melalui alat musik. Membuktikan bentuk dari "laki-laki romantis adalah laki-laki yang memainkan alat musik padamu (wanita)" Ternyata ini yang kurasakan, sensasinya begitu emosional. Lebih puas ketika harus memainkannya sendiri. Aku berdecak kagum...ah aku sejenak merasa menjadi laki-laki romantis...

Aku bisa memainkannya walau harus patah-patah, meski telingaku tak peka dengan nada tapi dentingannya bisa terdengar sama. Aku berteriak kemudian lompat-lompat kegirangan. Thousand years pertamaku!. Terlihat berlebihan memang. Tak apalah....
Minggu kedua ketiga, laguku beranak pinak tapi belum sempurna dan itu menyenangkan. Hingga sekarang, aku masih belajar, melirik gitar yang tersudut didalam kamar. Menunjuknya dengan antusias... kau yang membuat jariku mati rasa dan kau pulalah yang membuat jariku menari diatasnya...

Bahagia itu sederhana...iya seperti ini bersyukur atas yang kita miliki sekarang, meski di luar sana banyak yang lebih indah dari yang kita rasa indah.

by : Indah

Rabu, 04 Desember 2013

N 3273 KZ

Ada satu yang terjadi dengan benda itu, benda mati yang membatu di sebelah rumahku. Hitam legam dan mengkilat memaki hatiku dengan syahdu. Hari senin, kamis dan sabtu selalu berkunjung di situ. Sampai aku hafal. Bahkan suara motornya saat di gas. Itu pasti dia, plat N 3273 KZ. Angka angka itu selalu berputar dan terhujam di saraf otakku. Tak pernah terhapus sekalipun.

Seperti biasa, aku duduk manis di altar teras depan rumah. Menantinya LEWAT hanya LEWAT didepan mataku. Menggelikan. Tepatnya tiap malam di tiga hari itu. Dia tak pernah merasa bahwa aku yang seharusnya dijemput bukan melihatnya menanti selama sejam dua jam demi wanita bermake-up tebal. Demi wanita yang suka nyinyir padamu saat bertemu, bukan memberikan senyuman manis padamu. Sejatinya dia wanita yang membuatmu menunggu lama-lama demi menempati helm nganggur yang tergantung di jok motormu aaiish… wanita membosankan.

Aku selalu menemani plat N 3273 KZ dari jauh, barang sejam dua jam sembari bermain gitar kesukaanku dan memberikan senyum terbaik meski aku bukan pacarmu, meski aku hanya selir angin yang mengiringi penantianmu. Peka sedikit, bahwa aku selalu menyanyikan melodi lagu kesukaanmu. Apa pernah dilakukan oleh wanitamu? Tampaknya aku lebih romantis.

Apa yang kau rasakan saat menunggu? Apa yang kau lakukan saat kerjamu hanya bengong sembari melihat-lihat bintang bahkan tidak melirikku sedikitpun padahal aku bukan iblis, aku disitu, duduk manis. Iya, kau sering kali mengeluarkan benda mati lain, benda komunikasi lalu online. Aku kesal, disebelahmu ada yang nyata kenapa bermain dengan yang maya? Duh,,aku cemburu. Anehnya hingga rasa cemburuku mengalir pada benda mati sekalipun bukan hanya pada pacarmu saja!

Kau hanya mimpi bagiku tak untuk jadi nyata…
Dan segala rasa buatmu harus padam dan berakhir…

Ahh..wanita yang kau tunggu sudah datang. Kau tampak bahagia, tubuhmu tergerak untuk memeluknya. JANGAN!! Nanti bisa ku banting gitarku ini. Mataku benar-benar nanar seketika. Masuk rumah dan marah-marah dengan boneka kesayanganku. Tak ingin melihat apa yang selanjutnya terjadi. Perihnya….
Suatu saat Tuhan dengan segala kuasanya akan membolak balik perasaanku padamu :)

by : Indah


Sabtu, 09 November 2013

[SEMPU]RNA



Sisa sisa memori sempu yang baru terekspose sekarang setelah sekian lama mendekam dibalik bingkai leptop :)













Sempu, Malang, Jawa Timur, Indonesia
by : Indah

Kamis, 07 November 2013

Bukan Penjual Bunga (Poem)

Ini bunga biasa yang sering merajalela
Mendekat dikehidupan sehari hari kita
Ada yang lupa akan pesonanya
Berakhir pada tajamnya tangan manusia

Ada anggrek tumbuh dipekarangan
Pekarangan rumah dekat pasar
Sengit wangi pasar menutupi lekuk tubuhnya
Tubuh anggrek ungu pudar 
Diinjak-injak tukang jagal ikan

Bentuk lemahnya bunga tak bernama
Bergerumbul menjadi satu
Menantang angin biru dan kupu-kupu
Bersembunyi dibalik sinar menggebu

Saya bukan penjual bunga 
yang ragu akan kata ambigu
cuma penjual foto dari melayu
yang menunggu datangnya kupu-kupu

Namanya Laras 
Memegang bunga meranggas
Ekspresinya lepas
Lantaran dia seorang ampas

by : Indah

Bukan Penjual Bunga




Hunting bunga di Taman Selecta :)
















Minggu, 08 September 2013

Surat Cinta Anak IPS


Sosok Adam Smith si bapak ekonomi tidak pernah merasakan pertumbuhan cinta kita yang begitu cepat seperti pertumbuhan industri dunia.
Jika kebalikan dari ekonomi mikro adalah ekonomi makro maka ilmu itu dapat kuterapkan pada hatiku yang tiba-tiba menyeluruh dan meluas untuk siap diisi oleh senyumanmu.
Tanpa ada rumus penawaran maka rumus permintaan akan kulakukan untuk memintamu menjadi pendamping hatiku.
Oh..bukannya kamu pandai menghitung? 
Iya, tanpa kalkulatorpun angka angka pada neraca saldo dapat beranak pinak seperti rasa sayangku padamu setiap harinya.

Akan ada denyutan jantung naik turun seperti kurs dolar yang tak stabil saat aku dan kamu dipertemukan menjadi KITA.
KITA akan menjadi SALING untuk segalanya, melengkapi dan rekat seperti kedua sisi mata uang koin.
Aku dan Kamu bukan fatamorgana yang hanya ilusi tapi nyata.
Meski rawan pasang surut diterjang ombak malam namun kepercayaanku padamu tidak akan mengakibatkan abrasi yang berkala.

Kebersamaan kita lebih dari sejarah yang terukir alam semesta.
Lebih lama, mendalam dan jangan sampai memudar ditelan jaman.
Bisa kita jadikan biografi untuk cerita indah kita.
Mimpi kita nyata meninggalkan artefak berwujud dunia.

Saat disisimu sudah seperti gempa vulkanik dari dalam hatiku.
Atmosfir sayang kita tidak kenal istilah membesar tapi berlapis-lapis bagaikan langit.
Ada gerak turbulensi saat mata kita menatap kemudian menjadi gaya yang absolut.
Rasaku lebih dalam dari zona abysal sekalipun, tiada banding dengan dalamnya lautan.
Jangan sampai ini semua berevaporasi kemudian hilang ataupun berkurang sayang :)

by : Indah

Minggu, 01 September 2013

Klasik

Aku gadis mungil bernama Alice, 13 tahun, aku seorang penulis kecil dengan celotehan tentang rasa. Mengamati setiap gerak gerik yang dilakukan orang dewasa. Kutintakan setiap emosi yang pernah dialami orang orang disekitarku. Kumpulan emosi ini akan kujadikan referensi untukku, di masa yang memang aku sudah berhak untuk merasakannya.

Contohnya marah, dalam noteku pernah tercatat :

Ada tanduk diatas kepalanya…
Atmosfirnya menyala dan suhu tiba-tiba naik beberapa derajat. Aku merasakannya.
Dad, menyalurkan kekuatannya yang terdasyat lalu membuang guci ke arah luar.
Aku rasa, ada hantaman keras dilubuknya tak terrekam oleh mataku. Menohok dan sakit.
Bukan Mommy yang memukul tapi memang tak terlihat didalam dadanya yang bidang.
Itu amarahnya yang menyelimuti Dad saat itu…

Aku pernah mengalami emosi itu saat Vinicia menyembunyikan kotak musik kesayanganku lalu mengklaim sebagai miliknya. Itu menyedot seluruh aliran darahku lalu naik kekepala bagian atas. Panas sekali, ingin kugigit lehernya.

Kemudian sedih :

Suhunya terlampau dingin dan sesak.
Teman sekelasku disekolah mendadak menjadi pekat auranya.
Matanya berair kemudian mencair
Penyesalan. Tubuhnya seperti diayun-ayun naik turun. Dia seperti ingin muntah, atau lebih.
Miss Eli tengah menghukumnya didepan kelas karena tertangkap mencontek tugasku.

Namun rasanya berbeda jauh dengan level kesedihan yang kurasakan. Lebih gelap dan terlampau kandas. Datang kepengadilan hanya untuk melihat beberapa belah pihak adu mulut. Sidang perceraian. Apa dewasa harus seperti ini? Aku jadi kebal, lama lama akan kebas dan tak merasakan apapun.
Beratnya setengah mati melebihi Jonathan yang dihukum didepan kelas, lebih dari Cecil yang merengek meminta chocoball ke Mommynya bahkan Eric yang patah kaki karena jatuh dari tangga lantai 2 sekolah tapi aku tidak pernah menangis dengan keputusan kedua orang yang mengaku telah dewasa itu, hanya mencerna lalu menulisnya satu persatu dengan istilah istilah kusendiri. Kembaranku, Vinicia tak henti hentinya terisak.

Lalu datang emosi baru yang boleh kusebut sebagai Conjuring ini, saat umurku beranjak 15 tahun :

If you’re not the one then why does my soul feel glad today?
If you’re not the one then why does my hand fit yours this way?
If you are not mine then why does your heart return my call
If you are not mine would I have the strength to stand at all

I’ll never know what the future brings
But I know you’re here with me now
We’ll make it through
And I hope you are the one I share my life with….

I don’t want to run away but I can’t take it, I don’t understand
If I’m not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there any way that I can stay in your arms?

And I hope you are the one I share my life with…
And I wish that you could be the one I die with…
And I pray in you’re the one I build my home with…
I hope I love you all my life

‘Cause I miss you, body and soul so strong that it takes my breath away
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today
‘Cause I love you, whether it’s wrong or right
And though I can’t be with you tonight


Biarkan aku tertawa lepas setelah menulis ini dibalik struk belanjaanku dengan Vinicia.
Lagu ini mewakili emosi ‘ajaib’ yang kurasakan pada loper koran yang tiap harinya dengan baik hati melempar koran kearah Juden. AJAIB-nya Juden tak mampu menyalak, makin kalut saat tangan pemuda mulai memanjakan telinganya yang tajam dan moncongnya yang ganas. Herderku kalah telak dengan permainan pemuda itu.

Kenapa rasa Conjuringku tertambat pada loper koran? Iya, hanya cinta monyet untuk umur 15 tahun mungkin. Menyenangkan menikmati usiamu. Bahkan aku tak pernah sadar saat aku mulai menorehkannya pada kata-kata dan berakhir seperti ini. Aku tak pernah memimpikannya.

Saat aku berada dimasa depan nantinya. Diumur 17, 20, 25 akan ada cerita yang lebih mendalam. Celotehan pada note yang lebih vulgar mungkin tapi bukan kekanak-kanakan. Atau cinta monyetku bukan lagi kepada pemuda loper koran itu. Seru!
Semua ini menjadi bukti akan ukuran kedewasaan bahkan kumpulan perasaan yang kuraba menggunakan pena. Kuakui hal yang berbau cinta adalah emosi yang paling kuat diantara yang lain yang mampu membuatmu limbung. Alasan KLASIK.

by : Indah

Jumat, 16 Agustus 2013

Cara Menik(mati)mu


Ini mungkin terlihat membingungkan. Ini mungkin terlihat sangat pecundang hanya saja aku tak ingin terlalu mengumbar. Cukup mati dengan candamu, cukup mati dengan suaramu yang selalu menggema di saraf-saraf otakku. Mengertilah, aku bukan gadis romantis yang berputar-putar dengan ungkapan sayang terhadapmu. Andai saja kamu tau seberapa mati gayanya aku saat berbincang denganmu atau hanya sekedar memulai pembicaraan. Jatuh cinta diam diam.

Aku bukan gadis yang pandai membolak-balikkan, kata-kata cinta yang spesifik “Aku mencintaimu, Percayalah!” bukan itu keahlianku tapi aku sembunyi dalam kiasan dan dunia bayangan yang tak perlu kau tau seberapa vulgar aku berimajinasi tentangmu. Modalku hanya tersenyum dan menahan nafas sejenak dengan begitu aku tidak perlu mati kutu didepanmu. Bergelut dengan lompatan-lompatan impian gila yang susah dikendalikan.

Bukan untuk sembarang hati aku melakukan itu. Tak perlu alasan. Hanya perasaan untuk dirasakan. Susah dimatikan. Belajarlah untuk peka bahwa aku memiliki caraku sendiri untuk menikmatimu. Sepele tidak ada yang lebih, cukup duduk bersama dengan memandangi langit yang sama. Aku meminta itu hanya itu, lantas biarkan aku menganalisis setiap adegan dan gerak gerikmu sedetail mungkin. Desahan nafas, aroma tubuh yang kuhirup, ujaran kata ‘hmm..’ kemudian ‘apa?’ bahkan ‘iya’ dan ‘tidak’. Bagaimana dengan sentuhan? Skinship?. Kekehan tawamu saja sudah bisa membunuhku apa jadinya jika tangan hangatmu itu sekedar menggandeng tanganku. Aku akan menggali lubang kuburku sendiri.

Keledai itu bodoh. Aku pernah menjadi keledai saat melihatmu dari jauh. Kamu sibuk menggauli segala aktivitasmu. Sesekali aku tersenyum heran, ada sepasang bola mata yang mengarahkan tatapannya padamu. Berkedip kadang-kadang untuk membuat mata ini cukup berair. Kemudian sering kali membuat suara-suara aneh hanya ingin menarik perhatian. Sadar? Merasa? Yang paling tolol adalah saat berdiri seperti mayat hidup disela-sela kursi, aku tak kunjung duduk di singgasana nyaman itu. Untuk apa? Mendengar dan memastikan bahwa itu langkah kakimu yang mendekat, ada gelombang suara khas dari pita suaramu yang tak menusiawi itu. Lalu kamu lewat, seketika aku pura pura buta. Durasinya terhitung 5 detik kemudian berlalu. Apa yang kurasakan? Error.

Aku harus meminta maaf diawal. Maafkan aku mungkin bagimu adalah hal yang membosankan tapi terkesan mendalam bagiku. Berlebihan? Kukira tidak. Hanya aku tak cukup berani mengumbar kemanjaan didepan umum. Pilihanku hanya diam dan merumitkan diri sendiri. Kembali pada bilik bilik kata bersayap.

Tak pernah jelas caranya aku menikmatimu yang jelas kamu sudah berhasil membuatku terbunuh oleh bahasa kehidupanmu. Selamat bertandang ke pemakamanku, kamu si pembunuh rindu.


By : Indah

Senin, 05 Agustus 2013

Kepingan Warna







Kepingan warna seperti hidup kita di dunia 
Kadang muncul warna warna abstrak tak dikenal yang membuat kita bingung untuk memutuskan, itu warna apa?
Photo hunter kembali dengan foto foto yang belum di publish di blog hehe


Bersarang di Semarang


On the road menuju Semarang


Menengok ada yang terbit di kiri jalan


Selamat Datang di Kota BSB (Bukit Semarang Baru)



 Kebun Bunga di Daerah Bandungan




Alam yang belum pernah terjamah 



Photo Hunter posting foto lama yang belum sempat terposting :)




Minggu, 28 Juli 2013

Cinta Dibalik Layar

Aku hanya melaknat rasa pengecut yang selalu terpundung di sudut semu.

Terlalu gila untuk diteruskan ketika aku tertarik pada gaya ajarnya yang menawan. Lekuknya yang selalu menarik perhatian mataku. Tangannya susah dipisahkan oleh sebuah spidol. Kacamatanya kadang naik dan turun. Suaranya yang lantang membuatku gila. Banyak rumus yang selau dipaksa masuk ke otakku darinya tapi kenapa hanya rumus rumus absurd yang berhasil kutangkap.  Jelas dia seorang guru magang yang mengajar di kelas Kimiaku.

Mahabodohnya aku diam diam menyelipkan rasa di balik layar. Aku tidak ingin sombong tapi aku ingin menunjukkan seberapa dia mempengaruhi jalan hati dan pikiranku. Aku dengan IQ diatas rata-rata. Juara pertama olimpiade Kimia tingkat internasional. Beragam proyek ke MIPA-an sering ku renungkan disela aktivitas belajarku dan sekarang aku sudah ditawarkan untuk masuk ke Universitas bergengsi. Seberapa menang dan bangganya aku atas ini semua namun dia dan hanya dia yang membuatku tampak tolol.

Melumpuhkan segala prestasi yang kuraih. Mendapat IQ paling rendah jadinya. Berlebihan? Bagaimana tidak?  Aku mencintai orang itu sejak pertama bertemu, kini menyuruhku maju untuk sekedar mengerjakan soal dipapan. Sudah hafal diluar kepala rumusnya tinggal menulis jawabnya lalu menjelaskan secepat yang aku bisa. Bonus yang lain setelahnya aku pasti mendapat tepuk tangan meriah atas kecerdasanku paling tidak aku mendapat siulan atau “Sialnya, Kapan dia pernah menjawab soal secara SALAH? Dasar Kimia Hunter!” Cibiran itu sering kudengar tapi kali ini mungkin si pencibir akan merasa menang.

Spidolku tidak ingin bergerak pada titik poros berdekatan dengan simbol sama dengan. Apa-apan ini.  5 menit pertama termangu disudut papan. Berdeham sesekali. Ada yang lompat-lompat tidak terdeteksi secara ilmiah tepat dibagian sini. Iya, sini!. Hati. Dia mulai curiga, melirikku dibalik kacamatanya. Bola matanya mengintimidasi. Dia mulai mendekat, jaraknya 20 sentimeter sekarang. Aku menahan pertemuan mataku dengannya. Aku sangat yakin sosok yang lebih tua dengan ku 3 tahun itu mulai kebingungan.

Suaranya yang parau menyerang telingaku. Menanyakan sebab musabab aku membeku dititik sama dengan. Aku bungkam. Deg…deg…deg ini klasik sungguh klasik dan bodoh saat cinta menjadikanmu sebagai keledai. Para pencibir mulai menderu “Buuu…buuuu kenapa diam? Sudah lupa caranya menghitung? ”. Kupegang erat benda bertinta itu, pipiku merona.

Maaf pak, saya tidak bisa menjawab soalnya

Semua tercengang termasuk dia. Dia yang sehari-harinya melelehkan rumus rumusku. Tulisan dipapan, suaranya, ekspresinya membuih terus menerus dihari-hariku. Pura-pura mengisi tinta spidol hanya untuk  melihatnya menekan tombol sidik jari absensi dimesin absen rasanya sudah menyenangkan.  Lewat –lewat didepannya yang sudah jelas dia tidak akan tahu aku lewat karena tertutup oleh lembaran koran dihadapannya. Mestinya kau tanggung jawab. Hentikan rasaku sekarang. Dia hanya guru magang yang tidak bisa diharapkan kehadirannya untukku sepenuhnya  bahkan mungkin dia telah berhasil magang dihatiku. Aku berani mencercanya sebab aku takut perasaan cinta klasik anak SMA sepertiku terus tumbuh dan berbunga indah kemudian…Aku hanya melaknat rasa pengecut yang selalu terpundung di sudut semu

by : Indah


Minggu, 23 Juni 2013

Si Penjaga Mimpi

Bintik bintang tetap pada posisinya yang menjemuhkan. Bulan juga tampak standar-standar saja bentuknya. Bulat seperti bola mata, pancarannya makin terang saat menginjak tengah malam menjemput pagi. Bahkan ini sudah pagi. 00.30 wib. Jariku tak merasakan apapun, kebas setelah 2 jam memetik benda berwarna eksotis ini. Mata dan otakku sudah mulai tak sinkron . Terasa berat, Gambarannya mulai kabur, aku tidak berada disini lagi diruang 3x3 ku. Ada rasa yang menyesakkan. Penyakit tengah malam. Kegalauan.

Kini aku berdiri dititik masalah. Dehaman didepan telingaku nampaknya sangat serius. Suaranya dalam menggelitik telinga. Aku menyukai suaranya tapi aku diam saja. Bukan saatnya mengagumi keberadaannya. Aku juga berteriak, memaki secara runtut masalah yang berliku. Dia menanggapi dengan kepala dingin. Tanganku mulai bergetar, kurampas handphone sialan itu. Ku tau dia adalah pengacara statusku mahasiswa. Lantas kenapa? Jangan meremehkanku.

Tuuuut…tut tut tut

Sekian kali dibuatnya kesal, hatiku masih luluh. Muncul si penelfon dibelakangku tepat setelah kumatikan telponnya. Wajahku sudah murung sambil menatap pria yang tak pernah kukenal sebelumnya. Yang selalu datang dalam bayang-bayang mimpiku tanpa sadar. Tersenyum seolah semua akan berjalan baik. Bagaimana kau bisa datang saat aku mulai merasa sendirian?  Tersudutkan? Ingin ku tawarkan berbagai macam pertanyaan dasar ala anak SMA saat perkenalan pertama, namanya siapa? Asalnya dari mana? Tapi tak ada satu katapun yang meluncur dari mulutku. Kerongkonganku sudah tertahan. Skenario ini membuatku lumpuh menyadari aku memiliki hubungan dalam dengan dia.

Ciri yang sama dengan mimpi-mimpiku sebelumnya. Dia dengan postur tubuh lebih tinggi dariku, jauh lebih tinggi. Ada hubungan dengan keluargaku sebelumnya terutama kakak laki-lakiku. Sepertinya mereka berteman. Aku hanya merasakan tubuhnya yang proporsional namun sangat melindungiku. Rambutnya hitam jabrik dengan wajah yang kabur hanya senyumnya yang mengindah. Siapa? Yang paling mendebarkan adalah aku mencintainya.

Gerakannya sangat cepat, merengkuh tubuhku dalam sekali sahutan. Berbisik pelan ditelingaku “Semua akan baik-baik saja. Masalah sudah selesai”. Detik itu, aku bisa merasakan aroma tubuhnya yang begitu maskulin, sentuhan jari jemarinya di rambutku. Skinship yang ia berikan terasa nyata. Meringankan setiap beban yang kupanggul. Bodyguard dalam mimpi? Adakah? Bahkan aroma tubuh dan suaranya aku bisa rasakan? Ini gila.
Alurnya berubah seketika. Aku kembali sendirian melanjutkan aktivitas kampusku. Aku masih ingin melihatnya ingin bersamanya. 

Aku berusaha biasa saja. Dalam sebuah keramaian yang memekakkan aku diselimuti kebosanan untuk kesekian kali. Kampus sepertinya ada kegiatan besar dan aku mengabaikannya, tak ingin masuk didalamnya. Mataku menyapu semua keadaaan, kehuru-haraan nyanyian-nyayian tak menarik perhatian, hingga tertuju disatu titik. Masa lalu yang pernah membuatku luka. Masa lalu yang pernah mengisiku itu, sepertinya sudah bahagia bersama wanita lain. Dadaku terhenyak, membiarkan segalanya mengalir. Aku mendesah.

Tatapanku beralih mencari sisi sisi kosong, sudut-sudut terkecil. Ah..dia lagi. Seseorang yang sepersekian detik barusan kurindukan. Sejak kapan dia berdiri 5 meter dariku, memperhatikanku dalam keheningan. Rasanya isi perutku mau keluar. Tersipu. Apa saja yang telah ia rekam dalam ingatannya tentangku? Kelakuan bodoh yang kulakukan. Kutahan tawa malu dan rasa menyenangkan dalam dadaku. Apa apaan ini, jangan mendekat, kumohon. Aku tak ingin kita menjadi pusat perhatian saat kau berada disisiku. Aku tak ingin rekan-rekanku curiga lalu menggosip yang tidak-tidak tentang kehadiranmu. Cukup kita berdua saja.

 3 meter…2 meter baiklah 10 sentimeter. Leherku dipenuhi pergelangan tangannya yang berat. Menuntunku untuk melangkah.
“Jangan pernah melihat kebelakang”

Kutatap dia dengan sorotan tajam. Jantungku dipompa lagi oleh bibirnya yang tipis penuh dengan senyuman hangatnya. Dia memahami pikiran-pikiran anehku. Aku tak ingin punya otak jika itu terjadi.
Aku tak pernah mengenalnya. Aku tertelan oleh cara bicaranya yang cerdas. Ada dimana-mana. Vampirkah?  Aku terintimidasi oleh caranya yang kreatif mengkonstruk hatiku. Lantas aku jatuh cinta pada bayangannya.

Digenggamnya tanganku sangat erat seolah takut akan kehilangan. Jari-jarinya benar-benar pas memasuki sela jariku. Tangan yang lain menunjuk segerombolan orang-orang yang nampak sejenis dengannya. Mengkode kita akan kesana. Jika boleh kumaknai aku akan ditunjukkan dunianya. Dunia awal agar aku mulai mengenalnya. Identitas dan warna hidup yang ia miliki di mimpi-mimpi selanjutnya.

 by : Indah
Inspirated by #imagine :p


Senin, 17 Juni 2013

Kiss & Hug [Part 3]

Chanyeol menatapku menggunakan matanya yang tulus. Aku masih tak sadar dia menyayangiku secepat itu. Melihatku yang tertidur didalam cangkir karena kelelahan akan aktivitas kemarin malam mendorong hasratnya untuk merangkul tubuhku yang kecil ini dengan selimut. Bukan selimut tapi mantelnya kemudian ditambahi dengan mantel Luhan. Tunggu? Kemarin malam?.
And im not your student. No student, no teacher. Just you and me
Ada kaset yang berputar dikepalaku. Cuplikan realita yang menjadi mimpi. Suara berat Kris tertancap disaraf otakku. Insiden itu, kejadian dimana aku salah murid, ternyata Kris menggodaku. Aku tidak mengajar dia tapi adiknya, Choi Ninri yang ternyata adik tiri dari istri kedua pak rektor dan aku baru tau itu setelah penjelasan yang panjang. Setelah kemunculan Ninri  yang sama-sama bingung. Gadis lugu bermuka bulat, bermata dan berbibir kecil. Rambutnya pendek sebahu. Lebih pendek dari pada aku. Tampak perbedaan yang sangat jelas dengan fisik Kris.

Diluar itu semua, dia memang tak pernah salah dari awal. Dia memberikan jawaban berdasarkan logika dengan perhitungan jangka panjang. Khayalanku saja yang mengintrepretasikan lain. Aku pun tidak tanya dari awal. Alasan mengapa mencari guru privat juga sepele karena Kris terlampau sibuk.

“Mau ku antar pulang?” Tawarnya dengan wajah datar. Ada lonjakan didadaku.
“Tidak usah. Aku sudah dijemput” Jawabku menahan ketidaksantaian didada. Tangannya terangkat mendekati rambutku, aku mundur. Pikiranku macam-macam. Jarinya menarik gorden putih disebelahnya. Menerawang jauh kearah luar jendela.
“Seseorang sudah berdiri cukup lama disana, memang”
Lalu apa maksudnya dengan ‘Mau ku antar pulang?’ jika kau sudah tau ada seseorang yang sudah menungguku diluar. Lagi-lagi aku diperdaya. Bakatnya memang seperti ini ternyata, berpengalaman memperlakukan wanita dengan baik dan BENAR. Geramku. Seseorang? Chanyeol. Ah..aku harus segera menemuinya.

Semua berakhir pada jam 9 malam. Aku keluar dari kandang warewolf dengan selamat. Tak kuduga Chanyeol dengan mantelnya yang tebal sudah menantiku diluar pagar. Baik sekali. Kupandangi lagi rumah megah itu, ada siluet tubuh kuatnya dibalik jendela. Menatapku dalam, menelusuri gerakanku lekat-lekat kemudian beralih ke Chanyeol, tatapannya lebih tegas dari sebelumnya. Memiringkan kepalanya lalu menyeringai “Chanyeol”.

Gambaranku tentang Kris sedikit memudar. Pesta di resto XOXO semarak. Banyak yang datang untuk pembukaan. Chanyeol dan Luhan begitu bersemangat. Mereka berdua menyanyikan lagu dengan suka cita. Ada yang kurang, sosok warewolf yang baru satu jam yang lalu kutemui menimbulkan dobrakan laknat dalam hatiku. Aku mulai merindukan suaranya lalu godaanya yang canggih. Ragaku bergoyang-goyang seperti robot control tapi jiwaku melayang untuk tetap memikirkan Kris. Aku jatuh cinta, aku takut kehilangan Luhan oppa.

Tiba-tiba bayanganku kabur, ada yang mengusiknya. Rasa dingin berubah menjadi kehangatan ada bulu-bulu yang menggelitik leherku. Bulu warewolf kah? Lembut sekali aku merasa nyaman. Badanku bergemeletuk sepertinya posisi tidurku salah. Dengan sangat bangga aku memimpikan Kris. Melupakan tugas-tugas kuliahku. Tu-gas ku-li-ah? Kepalaku pening seketika, mataku terbelalak. Tubuh Chanyeol menahanku. Aku terhuyung, tebangun setengah sadar.

“Kau mimpi buruk?” Lenganku digoyang-goyang cukup keras.
“Aku terlambat kuliah” Wajahku memucat.
*****
“Rasanya aku masih mengantuk, bagaimana bisa kita tertidur di Resto karena sojukah? Luhan oppa juga tiba-tiba menghilang. Kemana dia? Baboya!” Sengitku. Sejak didalam kamar mandi untuk sekedar cuci muka, didalam taksi hingga sampai didepan kampus mulutku tak berhenti mengoceh.
“Sepertinya kau tidak bisa hidup tanpa Luhan”
“Aissh..aku ingin berbicara sesuatu dengannya tapi bukan sekarang”
“Sesekali berbagilah denganku” Matanya terpancar kesenduan. Melepas syal merah yang ia kenakan, memasangnya dileherku. “Luhan oppa..” Jarinya menunjuk kearah entah kemana. “Chanyeol oppa” Menunjuk dirinya sendiri sambil memberikan senyum menggelitiknya. “Sudah pergilah” Kedua tangannya memutar tubuhku lalu menekannya kedepan.

Termenung sebentar. Menerjemahkan kata-katanya barusan. Mengucapkan terima kasih telah repot-repot mengantar lalu melenggang pergi. Dia benar-benar serius dengan ucapannya. Muncul rasa penolakan dalam dadaku.
*****
Keberuntungan selalu menyertaiku. Kelas ternyata ditiadakan sebab dosen pengampu sastra inggrisku sedang cuti hamil. Aku ingin pulang sekedar mandi dan berdandan. Mengerjakan tugas analisis novel sastra lalu diakhiri dengan tidur yang nyenyak. Mukaku benar-benar lusuh. Konsentrasi banyak terpecah. Handphoneku tiba-tiba berdering. Telpon dari Luhan.

“Hm?” Nadaku tak bersemangat.
“Mianhae. Setidaknya kau sampai dengan selamat dikampus. Ada kuliah kah?”
Permintaan maaf langsung diterima. “Tidak ada. Oppa kemana saja? Aku ingin pulang. Dikampuskah? Ada yang ingin kusampaikan”
Kakiku berjalan disepanjang kelas-kelas. Banyak mahasiswa yang berkeliaran termasuk sekawanana dosen. Salah satu dari mereka ada yang menarik perhatianku.
“Aku dirumah hehe. Maaf aku tidak membangunkanmu tadi. Semua sudah kupercayakan kepada Chanyeol…”

Kunikmati pandanganku kepada orang itu. Kecerewetan Luhan menjadi volume paling kecil ditelingaku. Bengong. Mata kami beradu. Sama sama terkaget. Dia yang menghampiri mimpiku. Dia yang membuatku tertunduk malu seperti keledai. Kris?

“Nanti sore aku akan ke kampus. Kau ingin bicara apa? Nuna? Anyeong? Song Hyuki? Chagiya~~?” Panggilannya terlalu lantang hingga pengar rasanya. Menabrak keheningan.
“Oppa nanti kutelpon lagi” Tuut….aku salah tingkah.
“Oppa?” Tandas Kris sambil menunjukkan seringainya yang sedikit angkuh.
“Itu tadi sahabat baikku” Wajahku memerah.
“Chagiya~~?” Pendengarannya sungguh tajam. Membuatku jengkel setengah mati.
“Hanya panggilan keakraban. Kau boleh memanggilku chagiya jika kau mau” Balasku. Ada rasa tersipu dipipinya yang tirus. Aku tak pernah menolak jika dia memanggilku begitu. Ya tuhan aku benar-benar sudah gila!.
“Bagaimana jika kita minum kopi disuatu tempat? Mengakrabkan diri” Ajaknya sopan.

Sekarang aku duduk diam didalam mobilnya. Aku ingat kata-kata yang pernah ia ucapkan ‘Just you and me’ . Lagi-lagi aku harus membinasakan berbagai pikiran konyol dalam otakku. Oke mengakrabkan diri. Membiasakan untuk menerima skin ship yang selalu ia tawarkan. Pasti hal mudah bukan melihat kebiasaanku bersama Luhan dalam kehidupan sehari-hari tak perlu terbawa emosi.
Aku memulai pembicaraan. Mengatur nafas agar terlihat hidup dan lebih nyaman “Sudah berapa wanita yang pernah duduk dikursi ini?” Aku terkesiap. Pertanyaan macam apa yang kulontarkan barusan. Sontak Kris kehilangan konsentrasi mengemudinya, dipelankan pijakan gasnya. Menengok ke arahku. Membuka bibirnya.
“Berapa banyak wanita yang sudah kau ajak minum bersama?” Pertanyaan tak sopan lain membrondong keluar dari mulut tak berdosaku. Kubungkam langsung. Kris menyeringai pandangannya mencoba untuk biasa. Dia hanya bergeming.
“Aku hanya mencoba untuk jujur” Tambahku takut-takut.
“Siapa yang mengajarimu terlalu jujur? Kau telah menempelkan image bad boy padaku? Hm?”
Aku tertawan sekarang.
“Kita bahas soal perkembangan bahasa inggris Ninri saja” Aku mencari-cari alasan.
“Aku biasa membawa wanita ke rumah bukan hanya sekedar minum kopi”
Ada yang membuatku meledak dari ucapannya. Cemburu. Nadanya yang remeh begitu terkesan luas dijalan pemaknaanku. Dibawa kerumah. Wanita itu dibawa kerumah. Aku wanita dan aku tidak dibawa kerumah tapi malam itu aku dibawa masuk kerumah. Baiklah aku pusing sekarang.
“Tak usah pusing” Sepertinya dia mendengar seruan hatiku. “Banyak yang memandang image ku sangat buruk itu karena kalimat yang kuucapkan mengandung beribu makna” Kris membelokkan kemudinya sekarang. “Aku tak bermaksud demikian, aku hanya berusaha sopan tapi tetap saja mereka melabelkan sisi negatif dan tak mempercayaiku sepenuhnya”
Kami berhenti didepan kedai kopi. Kedai nya sepi tak begitu besar. Luntur sudah kesanku terhadap anak orang kaya ini. Dia punya sisi sederhana yang tak pernah kuketahui. Aku semakin suka. Akh..kata ngelantur keluar lagi dalam bayanganku. Kris turun membukakan pintu untukku. Kami masuk besamaan memesan dua cangkir kopi hangat yang dalam waktu 10 menit sudah tersedia.
“Jadi kau tidak pernah mengajak wanita keluar?” Tanyaku hati-hati.
“Pernah”
Dadaku seperti dilempar batu. Dakh
“Aku jarang mengobrol. Aku mengurusi bisnis sampingan ayah selain menjadi rektor. Aku berkomunikasi dengan klien ayahku yang kebanyakan wanita sehingga imageku kadang dinilai buruk oleh beberapa kalangan termasuk dirimu. Aku jadi asisten dosen dikampusmu. Kurasa kau baru tahu tadi”
Dia bercerita tiada henti, kurasa ini percakapan terpanjangku dengannya. Menyebutkan satu persatu kesibukan yang ia miliki. Aku luluh benar-benar luluh. Namun aku kasihan dengan kehidupan yang menurutku sangat dingin.
“Aku sering kemari sendirian jika merasa suntuk. Ikut kompetisi basket. Ninri selalu menyemangatiku. Jadi kumohon percayalah padaku” Matanya syarat akan sesuatu. “Sekarang ceritalah tentang kehidupanmu”
“Tak ada yang perlu diceritakan. Aku hidup bahagia. Aku bersahabat dengan Luhan oppa, Chanyeol oppa” Sedikit rasa sungkan saat menyebut Chanyeol sebagai oppa. “Aku suka kehangatan, aku suka kejujuran. Menurut pendapatku kau harus mengenal mereka” Kutunjukkan gigi cemerlangku kearah matanya yang kosong itu.
“Kita pergi sekarang?”
“Nae?!” Congkak untuk yang kedua kalinya.
Aku baru menyeruput kopiku tiga tegukan. Kedua jarinya terayun pada salah satu pelayan di kedai itu. Tabiatnya sangat terkontrol. Meminta bill dalam diam, mengeluarkan isi dompetnya. Apa yang ada dipikirannya?.
“Lain kali aku traktir kau minum” Ak merasa tak enak.
“Cola aku ingin cola” Dia beranjak dari kursinya. Aku mengiyakan segera. “Cola yang dijual ditaman bermain minggu depan”
What? Minggu depan? Bahkan dia lebih parah daripada Luhan yang seenaknya sendiri. Tersebar auranya yang dingin membuatku merinding. Really warewolf.
Perjalanan berikutnya menuju Resto XOXO. Tak pernah bosan aku bermain-main kesana. Nuansanya yang cheerful membuatku betah berlama-lama. Ada jadwal manggung Chanyeol. Mengingat soal Chanyeol aku jadi tak enak soal telpon Luhan yang kututup paksa. Nanti malam akan ku hubungi.
Atmosfir resto begitu ramai dan menyenangkan. Kami tiba ditengah-tengah alunan music berjudul Peterpan yang berdebam. Menambah aksen fairytail dalam resto. Cocok dengan desainnya  arsitekturnya. Penyanyinya sangat handal dengan gitar digenggaman memakai kaus v neck putih dengan setelah jas tipis terpasang pas ditubuhnya yang proporsional. Itu Chanyeol. Awalnya perasaan Kris baik-baik saja, saat mulai masuk, dia merasa tertahan. Ada yang membuatnya tak ingin bergerak. Aku melambai pada Chanyeol, dia membalasku dengan senyuman dan nyanyian yang semakin semangat.
Detik itu tangan Kris yang kaku menggandengku secara tiba-tiba. Aku terhenyak. Chanyeol melihat gelagat laki-laki yang kubawa. Matanya berubah nanar.
“Kau tidak apa apa?” Aku khawatir.
“Aku hanya tidak terbiasa dengan tempat yang seperti ini. Penuh warna” Baru kudengar suaranya yang biasa percaya diri kini kegugupan. Jantungnya berdegup kencang. Ada sedikit bulir keringat didahinya.
“Kau manusia kan? Kau tidak suka bermainkah? Lalu maksudmu membeli cola ditaman bermain?”
“Penjual cola itu ada didepan taman bermain” Jawabnya hambar. Aku menertawakannya sekarang. Genggaman tangannya makin erat membuatku meringis.
“Sepertinya kau harus masuk kedalamnya”
“Jika itu bersamamu” Tatapannya menghunusku untuk kesekian kali. Tapi kali ini lebih dalam, tergambar senyuman tipis dari bibir dan matanya tampak lebih lembut daripada biasanya.
Chanyeol hanya berpura-pura tak melihat gelagat kami, tawa yang kami umbar. Aku telah melukai hatinya, mengirisnya menjadi tak beraturan lalu mengucurkan air jeruk diatasnya. Sesekali mata Kris dan Chanyeol bertemu, seperti perang dingin. Ia menghentikan petikan gitarnya menghampiri kami. Ku sambut dengan sapaan seperti biasanya.
“Luhan oppa sedang tidak ada disini. Kau bisa berkenalan dengan Chanyeol terlebih dahulu. Ini Chanyeol dan Ini Kris. Dia kakak dari muridku yang saat ini sedang belajar bahasa inggris”
Hawanya tak sehangat biasanya ada rasa canggung diantara keduanya. Sepercik api kadang mematahkan kesan hangat tapi dengan segala keluesan Chanyeol perkenalan ini berjalan lancar. Kris memutuskan untuk pulang lebih cepat.
“ Mau sekalian ku antar pulang?” Ujar Kris kebiasaan.
“Dia, biar aku yang mengantarnya pulang” Sedikit nada ketus yang ia lontarkan.
Sempat raut wajahnya tertahan sejenak, ingin memaksaku untuk ikut dengannya. Buru-buru meleleh saat aku memberikan niatan untuk pulang dengan Chanyeol adalah rencanaku dari awal. Dia memahami dalam diam kemudian pergi.
“Ketusnya. Sudah seperti Luhan” Sewotku diakhir perbincangan.
Rasa sesak didadanya membuncah. Mimiknya seakan mengatakan jangan samakan aku dengan Luhan, jangan membela laki-laki itu. Tapi segalanya berakhir dengan desahan belaka.


TBC...

Minggu, 16 Juni 2013

Kiss & Hug [Part 2]


Pipiku bertambah gimbul, keningku meluas ada titik yang paling ku benci tumbuh kemerah-merahan ditengah-tengah jidatku. Kupencet-pencet lantas meringis kesakitan. Ish..jerawat ini. Kulempar cermin cembung kecil yang tak memuaskanku itu. Kubedaki tebal-tebal. Kemudian aku mundur beberapa langkah menatap cermin yang lebih besar dan lebih memanilpulasi kecantikanku.

Cukup puas dengan mini dress kekuningan dengan rumbai-rumbai dibagian bawah roknya. Sabuk sebesar satu inchi membentuk tubuh langsingku. Ada pita orange dibagian belakangnya. Kukenakan tas selempang kuningku. Frame kacamata terpasang ditelingaku. Rambut berponi kuncir kuda menolongku menutupi jerawat yang membengkak. Setidaknya aku cukup terlihat formal untuk hari pertama mengajar.
Kring~Kring.

“CHAGIYAAA~~~!!!”
“Baiklah. Ada kejutan apa lagi sekarang” Nadaku berbisik. Menghampiri suara yang lantang membahana. Ku buka grendel jendela, kudorong keatas. Kepalaku terjulur kemudian. Luhan sudah dibawah dengan setelan jaket dan celana pendek lucunya yang lain. Kali ini penambahan topi yang menutupi jambul merahnya terlihat seperti bukan mahasiswa. Dominasi warna orange disebelah kanan lengannya dan kuning kecoklatan dibagian sebelah lainnya. Selalu saja couple dan mematikan. Posenya duduk manis-manis sembari memainkan bel dan mengayun ayunkan stir sepeda pancal. Aku melambai padanya “Oppa!!!”.

Aku segera turun sedikit terhambat flat shoes saat berusaha memakainya.
“Tak biasanya menggunakan sepeda?” Sambutku dengan senyum yang paling ceria. Berharap bisa mengalahkan kemanisannya.
“Karena hari ini hari sabtu” Double keceriaannya menghempasku.
“Apa hubungannya?”
 “Tidak ada. Kacha~~” Menyuruhku untuk segera duduk diboncengan. Aku menurutinya dalam kebodohan yang kubuat sendiri. Saat itu angin di siang hari lebih kencang dari biasanya, membuat seluruh dandananku lebih cepat acak-acakan dari biasanya.
“Chakama~~” Suara Luhan melengking. Detik itu juga seperti menekan tombol off pada lampu dia memencet jerawatku dengan jempolnya. Membuatku berteriak.
“Hyaaa…aigooo!!!”

Tawanya membeludak. Hampir keluar air mataku karena perih. Aku tertunduk kugosok pelan-pelan dengan rambutku. Detik berikutnya Ia memasang topi hitamnya pada kepalaku. “Mianhae” Bibir tipisnya tersirat padaku. Aku melihatnya sekilas. Dengan sengaja memamerkan wajah porselennya padaku. Wajah tanpa jerawat itu membuatku sakit mata. Aku segera duduk diboncengannya, kedua tanganku berpegangan pada pinggulnya yang kecil. Tiba-tiba muncul gerakan gerakan yang membuatku harus mengantisipasi perlakuannya. Aku terperangah. Ia mengikat pinggulku dengan jaketnya. Menutupi kakiku yang telanjang.

“Siapa suruh memakai mini dress. Anginnya kan kencang” Ketusnya.
*****
Aku dibawa bergabung disebuah acara amal keluarga Luhan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Selalu menyita perhatianku. Garage Sale. Menjual apa saja yang bisa dijual entah itu barang bekas atau pun yang baru tapi tak pernah digunakan.  Aku sibuk memilah pakaian Luhan yang masih layak pakai. Barang-barangnya yang menurutku tottaly childish dikemas dalam satu kardus penuh. Siap dijual untuk anak-anak kecil disekitar rumahnya. Sering kali disaat saat seperti ini kami bertengkar hanya karena dia tak pernah rela menjual mainannya.

“Kapan kau jadi dewasa dengan menyimpan barang-barang seperti ini” Memasukkan miniature mobil VW kedalam kardus sambil menggerutu. Ekspresinya tampak tak suka melihatku menyentuh mainan-mainannya. Ukuran kamarnya yang 5x6 itu penuh dengan rongsokan bagiku. Rapi tapi isinya tak penting. Rak buku mengenai hukum dan undang-undang tertata rapi. Baiklah itu penting tapi sisanya apa? Gudang miniature dan action figure. Tahun lalu sudah terjajah habis tapi kenapa seperti mati satu tumbuh seribu. Dua kali lipat lebih banyak.

“Aku akan dewasa dengan caraku sendiri” Mendadak jawabannya galau. Kakinya terayun-ayun diatas kamar susun yang biasa kutempati tidur waktu SMA. Melempar-lempar bola basketnya.
“Sudah lama aku tidak menginap disini ya. Terakhir kali saat kelulusan SMA” Mengingat-ingat.
“Hanya karena kau kabur dari rumah. Hanya karena kau dimarahi ibumu agar masuk fakultas kedokteran. Sungguh kekanak-kanakan” Singgungnya.
“Setidaknya aku tidak menyimpan mainan-mainan ini kan” Sindirku balik. “Segera selesaikan tugas akhirmu lalu bekerja lalu menikah” mukanya berubah masam. Aku bangkit dari zona nyamanku. Naik tangga tempat tidur, ingin menyusulnya. Pintu kemudian terbuka cepat. Sosok wanita keibuan datang membopong dua gelas besar bubble tea diatas nampan. Bentuk mukanya kecil dan melankolis mirip sekali dengan Luhan. Bedanya ada beberapa rambut keputihan yang semarak diubun-ubunnya. Memanjang sebahu.

Bubble tea time” Senyumnya sendu. Aku dan keluarga Luhan sudah erat. Ibunya sudah kuanggap ibuku sendiri. Menginap bersama hingga rekreasi keluarga bersama pernah ku lakukan. Hanya karena Luhan anak tunggal dan hanya karena dia kehilangan Chanyeol dulunya. “30 menit lagi acara dimulai, kalian jangan kebanyakan bermain” Sekedar menghidangkan minuman dingin lantas keluar lagi. Sepertinya garage sale menyita waktu untuk bercakap banyak. “Arraseo”.

“Sepertinya aku tidak melanjutkan kuliahku. Aku bosan. Slurp…” Menyeruput bubble teanya dengan santai.
“Nae? Kurang sejengkal lagi? Kau pintar oppa sangat pintar. Tugas akhir bisa kau gapai dengan mudah, didepan mata. Sayang sekali. Apa kata ibu nanti?”
Aku buru-buru menaiki tangga. Ingin mendapat kejelasan atas ucapannya yang menohokku. Duduk didepannya, memegang bubble teaku. Sama-sama menyedotnya. Mendengarkan dia dengan penuh waspada.
“Kemarin Chanyeol menginap disini kemudian pulang pagi-pagi sekali. Dia berbicara banyak tentang Resto XOXO. Dia butuh owner kedua atas usahanya. Lalu malam semakin larut dan dia berbicara banyak tentangmu juga”
“Aku tak mengerti” Mataku terbelalak.
“Resto XOXO itu miliknya”
Sejenak aku termenung “Pantas tak ada pelanggan”
“Baru akan dibuka nanti malam” Kepalanya bersandar dibantalnya yang empuk sekarang. “Setelah mengajar dia akan menjemputmu”
“Lantas apa maksud voucher berdiskon kemarin ?” Tanyaku dengan muka gemas.
“Hehe aku hanya iseng” Kepalanku meninju perutnya datar hampir tumpah segelas bubble tea dalam genggamannya, dia mengaduh pelan.
“Jangan korbankan sekolahmu disaat seperti ini. Hanya karena alasan bosan, aku tidak setuju. Kurasa orang tuamu akan mengusirmu dari rumah”
“Aku punya jalan hidupku sendiri. Aku yang memutuskan untuk meneruskan kuliahku dengan ikhlas atau tidak” Ia menegaskan.
“Oppa, memiliki impian yang unik. Memiliki restoran untuk anak-anak. Berbagi kebahagian dengan semua anak didunia. Tidak terlalu berat sebenarnya. Masih berat cita-cita menjadi dokter, pengacara, pengusaha ataupun direktur sekalipun. Resto XOXO sudah memberi setengah harapanmu bukan? Dan itu semua atas kerja keras Chanyeol. Tapi tidak bisakah dipending sebentar?” Jelasku dengan rasa mempertahankan. Ditelan ludahnya sekarang. Ia menggeleng pelan. Keras kepala.
“Sepertinya, aku tak ingin membahasnya sekarang”

Hening sejenak kucairkan suasana galaunya.

“Bicara tentangku soal apa kemarin?” Aku curiga. Kulirik matanya yang sekarang tertutup. Berpura-pura tidur tapi masih mendengarkan. Ada seringai senyuman dibibirnya yang kecil.
“Nuna, seandainya saat ini ada yang menyukaimu. Akhirnya kau punya kekasih apakah oppamu ini akan tergantikan?” Raut wajahnya mulai tak terbaca dimataku.
“Kau ini bicara apa? Bukankah aku sudah pernah bilang persahabatan itu rasanya akan berbeda dengan kisah percintaan itu sendiri”

Tubuhnya sekarang oleng menyamping. Kedua kakinya yang terayun merangkak naik. Menghalangi jalur tangga. Matanya masih tertutup. Ia menghela nafasnya perlahan. Tenang. Kuperhatikan mata, hidung dan mulutnya untuk yang kesekian kali. Aku berkedip hanya untuk memastikan Luhan tampak lebih dewasa diwaktu-waktu yang tak terduga. Takut untuk kehilangan dan merasa cemburu untuk yang pertama kali. Apa yang terlintas dalam pikirannya sekarang? Sampai tersirat rasa khawatir dimatanya meski tertutup sekalipun. Aku bisa melihat ada bayangan yang merayapi kenangannya. Kenangan bersama Chanyeol malam itu. Malam dimana aku berdua dengannya melihat bulan dari kubangan air.

Pemuda berkulit putih itu berkesempatan bertandang kerumah Luhan setelah sekian lama. Melepas kerinduan, moment pernah kehilangan serasa tak pernah mereka rasakan. Mengungkapkan unek-unek yang ada dengan basa basi yang sulit diterjemahkan. Permbicaraan dua lelaki berumur 23.

“Apa yang membuatmu membangun XOXO?” Luhan serius.
“Apa salahnya membayar rasa salahku padamu dengan membangun sebagian impian yang kau kehendaki” Suara dalam Chanyeol mengusik kecurigaan Luhan.
“Aku percaya padamu bahwa suatu saat kau kembali dengan segala kejutan yang kau bawa. Aku benar-benar kesepian. Bodohnya aku hanya percaya padamu saja. Susah untuk bergaul dengan yang lain. Sampai Hyuki datang dengan caranya yang menarik” Cerita Luhan.
“Sudah sebatas apa kau dan dia?”
“Kita akan menikah bulan depan” Goda Luhan dengan wajah bengilnya.
“Jinjjayo?” Kaki Chanyeol terhentak hampir menjatuhkan gitar yang ia sandarkan di kursi. Luhan bertepuk tangan meriah. Gembira mengetahui temannya terkaget.
“Ada apa dengan matamu? Lihat ada bias cahaya yang aneh aigo~~ bola mata yang hitam berubah warna menjadi pink. Ah..pipi, telinga dan hidungmu memerah. Pria ini hidung belang” Lawakannya membuat Chanyeol menerjang tubuh mungil Luhan. Mengangkatnya tinggi-tinggi. Luhan membuat suara teriakan. Mereka bergulat cukup lama hingga ruangan berisik kemudian lelah.
“Kemampuanku bisa merasakan hal yang berbeda dalam diri sahabatku. Termasuk dirimu yang mungkin sedang dihinggapi getaran-getaran aneh” Luhan mengatur nafasnya lelah.
“Ah..Song Hyuki. Bagaimana jika aku cemburu dengan keakrabanmu?” Celetuk Chanyeol.
“Sayangnya aku tak bisa mencintainya. Tak pernah terbelsit diotakku aku akan menikah dengannya. Aku sayang padanya, merasakan cemburu jika ada pria yang menggodanya, ingin ku lindungi walau itu hanya tiupan angin yang berputar-putar pada tubuhnya. Tapi itu bukan cinta. Melebihi apapun. Melebihi kakak dan adik, saudara kembar bahkan sepasang kekasih sekalipun” Matanya yang menatap langit-langit kini mengarah kepada Chanyeol yang berusaha menyamakan perasaannya. Menatap pria itu begitu dalam, mata Luhan berbicara dalam suasana sendu. ”Dekati dia dan temukan kehangatan didalamnya. Sisi Hyuki yang tak pernah kau temukan didalam gadis lain. Seperti magnet dan candunya luar biasa”

*****
Acara jual menjual barang tak terpakai berlangsung ramai. Mungkin yang membuat ramai adalah Luhan bersama para fans-fansnya. Tiap tahunnya selalu saja bertambah. Kenapa tidak jadi artis saja pikirku kesal. Entah sejak kapan Luhan memiliki ability penarik perhatian gadis-gadis. Setauku Luhan juga tidak berbuat apa-apa dalam hidupnya yang menyebabkan kehuru-haraan didepan rumah. Tetangganya juga ikut berdatangan seperti memang menjadi tradisi disini. Aku menikmati ini semua jika Luhan dan keluarganya juga ikut senang.

Barang terjual lumayan banyak. Hingar bingar para pembeli masih belum surut meski menjelang malam. Aku harus bergegas ke rumah pak rektor untuk pertemuan pertamaku dengan anaknya sekaligus memberi kesan yang bagus diperkenalan pertama. Kubereskan semua sisa-sisa barang yang tak laku dijual. Luhan tampak lelah semuanya bekerja keras hari ini. Tapi tugasku belum selesai. Aku pamit lebih cepat. Sosok ayah dan Ibu memberiku pelukan hangat tanda sayang dan ucapan terima kasih.

Jelas Luhan tak pernah meninggalkanku sendiri. Diantarnya menggunakan taksi kali ini. Aku tau dia kelelahan meladeni teriakan gadis-gadis SMA. Gerbang rumah pak rektor terpampang membelenggu segala isinya. Seperti rumah hantu yang remang-remang. Orang kaya.

“Jangan terlalu lelah untuk perkenalan pertama masih ada Resto XOXO yang ingin ikut dibagi oleh semangatmu” Pesan Luhan baik-baik.
“Arraseo” Gemasku padanya membuat tanganku meluncur kejambulnya yang merah. Dia mengibaskan tanganku perlahan dengan desahan anak TK. “Andwae~~. Jangan lupa nanti akan dijemput Chanyeol”.
“Nae, Gomawo” Ada yang ingin kusampaikan sebelum Luhan beranjak pergi. “Oppa..” Aku memanggilnya, dia mendengarku.” Jika aku jatuh cinta. Jika cinta membutakan mata hatiku dan sekiranya berat bagiku untuk mempertahankannya apalagi jika akan merusak hubungan kita. Cegahlah aku, pisahkan kami berdua karena aku tidak ingin kehilanganmu. Jaebal”.

Ada hentakan dihati Luhan aku merasakannya. Dia tertegun sebentar, berusaha memaknai kalimatku. Aku ingin dipeluknya saat itu juga, aku pun merasa takut. Akan ada sesuatu yang menimpaku dalam waktu dekat. Gelisah. Namun dia hanya membalas ku dengan kalimat singkatnya, dengan senyuman yang paling hangat tercurah dari perasaannya “Semua akan baik-baik saja” Kemudian kami berpisah.

*****
Perasaan apa ini? Tegang. Gugup. Dag dig dug. Cemas dan bergetar. Kurapatkan gigiku. Kuketok lagi pintu seluas dua kali pintu berukuran normal itu masih tak ada tanggapan. Rumah rektor tiga kali luas rumahku. Daebak.  5 menit berlalu aku dibiarkan diluar. Mungkin ada bel? Jangan-jangan bentuk belnya tidak bisa kumaknai itu sebagai bel atau CCTV? Ah..molla.

Suntukku perkara pintu membuahkan hasil. Tak lama terdengar gagang pintunya bergemeletuk. Pintu terbuka. Seketika kusiapkan kalimat sapaan yang bagus untuk salam pertama. Kubetulkan poniku, kututupi jerawat yang makin memerah ini. Sosok wanita ternyata yang muncul, membelakangi ku. Kutahan kata ‘anyonghaeseo’ yang hampir menghambur dari kerongkongan. Kulihat saja wanita berparas tinggi itu yang ternyata sibuk tertawa bersama pria yang kemudian mengekor keluar dari balik pintu. Mereka tidak melihatku atau sengaja untuk tidak melihatku. Aku menunggu untuk digubris.

Ketika kuamati lebih dekat pria itu sama jangkungnya seperti Chanyeol mungkin lebih tinggi satu atau dua sentimeter, kontur wajahnya lebih lonjong dengan rahang yang tegas. Rambutnya hitam jabrik sepertinya sedang trend saat ini. Matanya berpendar tajam layaknya warewolf. Setelan busana kemeja putih pressbody, bawahan celana panjang hitam. Benar-benar cemerlang. Manusia jadi-jadiankah ini.

Kenapa kudalami setiap inci tubuhnya? Melihatnya terlalu lama akan membuatku kehabisan darah. Anggapanku aku adalah calon korbanya dan dia vampir. Warewolf menjadi vampir. Otakku sudah kongslet. Bagaimana dengan suaranya? Jangan-jangan seperti Luhan. Dia anak rektorkah? Ah..dia akan jadi muridkukah? Andwae! Pemuda seperti dia pasti memiliki predikat bahasa inggris diatas rata-rata. Matanya bias akan image bad boy. Aku terlalu banyak berimajinasi. Terlalu dikelilingi laki-laki macam manekin. Terlalu mengagungkan sosoknya sampai berkedippun tidak.

“ Kris oppa. Gomawo untuk malam ini. Ku harap bisa bertemu” Ujar wanita paruh baya itu dengan genit. Sempat dia memegang pundak warewolf itu. Masih tak menganggapku ada.

Namanya Kris. Statusnya pacar orang. Tipe wanita idealnya adalah nuna nuna ini. Wanita dengan tubuh sexy dan pasti melakukan operasi plastic. Hya! Kenapa aku bisa sekejam ini. Mengenalnya saja tidak. Hilangkan hilangkan.
Secercah cahaya menyilaukan mengarah padaku. Mobil sedan hitam parkir didepanku tepat. Seorang supir membukakan pintu kemudian wanita cantik itu masuk dan melambai malu-malu kearah Kris yang hanya membalasnya dengan senyuman hormat. Tampak tak segan. Tidak ada tanda sayang jika itu kekasihnya. Aneh.
Mobil sedan itu pergi, tinggal aku dan dia. Warewolf yang membuatku terpanah. Menusukku dengan mata elangnya. Aigo.

“Silahkan masuk, maaf ada sedikit gangguan” Ucapnya ramah. Dentuman suara bassnya lebih berat dari suara Chanyeol. Parau dan penuh geraman. Fix! Manusia setengah serigala. Dan dia ternyata menganggapku ada sedari tadi. Kenapa aku jadi senang?
“An..anyeong. Ehem. Aku guru…”
“Guru bahasa inggris”
Ada apa dengan pita suaraku, mendadak serak dan melemah.

Aku masuk kedalam istana warewolf. Pak rektor memiliki selera yang bagus. Selera kebarat-baratan. Diajaknya anak biasa sepertiku masuk kedalam ruangan yang lebih pribadi. Jalannya cukup jauh melewati lorong-lorong dan sekarang naik tangga. Mencoba untuk membiasakan diri dengan kondisi ini.

“Aku Kris dan kau pasti Song Hyuki” Warewolf ini bicara dengan jantannya. Namaku disebut dengan lugas. Ada bunga-bunga dalam kepalaku yang berterbangan. Tak pernah kurasakan sebelumnya.“Klienku sepertinya tampak mengganggu ya? Tatapanmu membuatku agak tersinggung?”
Seperti tamparan keras dipipiku. Aku bukan menatapnya tapi menatapmu.
“Kau juga menatapku lebih dari  tiga detik hehe” Tiba-tiba dia terkekeh. Bunuh keidiotanku sekarang. Mulutku hanya terkatup-katup. “Mianhae, aku tak bermaksud seperti itu. Mungkin aku terlalu exited bertemu murid pertamaku” Song Hyuki kau terlalu jujur. Aku menggeleng dibalik punggungnya. Mengikuti jenjang kakinya melangkah. Dia melanjutkan tawanya yang renyah. Sejenak ada yang mengusik kepalaku.
“Tunggu, kau bilang klien? Lalu oppa?” Rasa ingin tahuku menyeruak. Mata elangnya melirikku lagi. Seperti berenang-renang mencari jawaban yang tepat. Tangannya membuka pintu tepat disebelahku.
“Kau bisa memanggilku oppa jika kau mau” Santainya. Kris melenggang masuk meninggalkanku yang mematung diluar. Mungkin dia melihat ekspresiku yang congkak. Aku sadar itu “Masuklah. Maaf tempatnya sempit”.

Standar tempat sempit baginya adalah lapangan bagiku. Aromanya benar-benar menyegarkan. Parfum? Bukan. Bau lembab yang menyegarkan. Hutan? Seperti aroma pohon pinus. Bolehkah aku terdampar diranjangnya yang tampak empuk dengan selimut-selimut bulu yang menyembul. Mataku jadi ingin tidur. Sederhana tak banyak pernak-pernik seperti kamar Luhan. Pajangan beberapa foto masa kecil. Beberapa rak buku. Meja belajar, lemari dan kamar mandi dalam. Warnanya serba netral. Ada kecoklatan, cream, biru muda dan pria seperti dia menyimpan warna feminim juga rupanya. Aku menahan tawa.

“Tidak ada sofa jadi belajar dikarpet saja sepertinya lebih menyenangkan” Simpulnya. Aku tercekat bingung menanggapi tawaranya. Entah kenapa pikiran dan otot-otot kakiku seperti tersihir. Aku duduk seperti anjing yang disuruh tuannya. Di karpet yang lembut. Otak kanan dan kiriku masih bergelut dengan gerutuan akan auranya. Tanpa aku sadari Kris dengan sangat biasa duduk manis di atas ranjang sambil memperhatikan tingkahku. Kedua kakinya menopang siku-sikunya yang kekar. Aku masih tak percaya dia anak SMA dan dia muridku. Segala khayalanku adalah sampah. Mulai kukeluarkan modul grammer yang paling ditakuti siswa SMA tanpa menatapnya.

Kris masih bergeming kemudian kudengar dia menebar senyum kecilnya. Aku masih diam, kukatubkan kedua bibirku. Kenapa dia masih duduk diatas? Mencoba menjadi guru yang baik. Kesan pertama harus terlihat ramah dan sabar.

“Anggap saja kita sudah melakukan perkenalan. Kau tau namaku dan akhirnya aku juga tau namamu” Kugunakan bahasa formal agar terlihat professional dimatanya. “Awal pertemuan aku ingin sekedar sharing mengenai kemampuan bahasa inggrismu. Apa yang susah dari pelajaran itu? Apa yang kau suka?”
Bahasa formalku agakanya terasa aneh baginya. Dia menatapku terus menerus membuatku salah tingkah. Sekarang punggungnya merosot kebawah. Berjongkok dihadapanku. Memegangi dengkulnya yang terbalut celana hitam. Luhan tolong aku.

“Mulai lah berbicara menggunakan bahasa inggris sesukamu. Dimulai dari sekarang”
My name is Kris. Iam from Canada. I like basket. I wanna be basket player. My favorit song is Angel by EXO. You know that? Just ballad song. I love this country. Really beautiful…
Sepertinya dia sudah menipuku. Tipuannya mengaburkan segala perasaanku. Mengelabuhi kemarahanku menjadi sesuatu yang aneh yang susah didiskripsikan. Dia mengoceh dalam bahasa inggris dengan standar diluar kendali. Lebih pintar dari yang kubayangkan. Mahacongkaknya aku sekarang.
And im not your student. No student, no teacher. Just you and me
Dia mengigau kali ini. Baru kali pertama kulihat warewolf mabuk. Chanyeol jemput aku sekarang kumohon.

TBC….