Chanyeol menatapku menggunakan
matanya yang tulus. Aku masih tak sadar dia menyayangiku secepat itu. Melihatku
yang tertidur didalam cangkir karena kelelahan akan aktivitas kemarin malam
mendorong hasratnya untuk merangkul tubuhku yang kecil ini dengan selimut.
Bukan selimut tapi mantelnya kemudian ditambahi dengan mantel Luhan. Tunggu?
Kemarin malam?.
And im not your student. No student, no teacher. Just you and me
Ada kaset yang berputar
dikepalaku. Cuplikan realita yang menjadi mimpi. Suara berat Kris tertancap
disaraf otakku. Insiden itu, kejadian dimana aku salah murid, ternyata Kris
menggodaku. Aku tidak mengajar dia tapi adiknya, Choi Ninri yang ternyata adik
tiri dari istri kedua pak rektor dan aku baru tau itu setelah penjelasan yang
panjang. Setelah kemunculan Ninri yang
sama-sama bingung. Gadis lugu bermuka bulat, bermata dan berbibir kecil.
Rambutnya pendek sebahu. Lebih pendek dari pada aku. Tampak perbedaan yang
sangat jelas dengan fisik Kris.
Diluar itu semua, dia memang tak
pernah salah dari awal. Dia memberikan jawaban berdasarkan logika dengan
perhitungan jangka panjang. Khayalanku saja yang mengintrepretasikan lain. Aku
pun tidak tanya dari awal. Alasan mengapa mencari guru privat juga sepele
karena Kris terlampau sibuk.
“Mau ku antar pulang?” Tawarnya
dengan wajah datar. Ada lonjakan didadaku.
“Tidak usah. Aku sudah dijemput”
Jawabku menahan ketidaksantaian didada. Tangannya terangkat mendekati rambutku,
aku mundur. Pikiranku macam-macam. Jarinya menarik gorden putih disebelahnya.
Menerawang jauh kearah luar jendela.
“Seseorang sudah berdiri cukup
lama disana, memang”
Lalu apa maksudnya dengan ‘Mau ku
antar pulang?’ jika kau sudah tau ada seseorang yang sudah menungguku diluar.
Lagi-lagi aku diperdaya. Bakatnya memang seperti ini ternyata, berpengalaman
memperlakukan wanita dengan baik dan BENAR. Geramku. Seseorang? Chanyeol.
Ah..aku harus segera menemuinya.
Semua berakhir pada jam 9 malam.
Aku keluar dari kandang warewolf dengan selamat. Tak kuduga Chanyeol dengan
mantelnya yang tebal sudah menantiku diluar pagar. Baik sekali. Kupandangi lagi
rumah megah itu, ada siluet tubuh kuatnya dibalik jendela. Menatapku dalam,
menelusuri gerakanku lekat-lekat kemudian beralih ke Chanyeol, tatapannya lebih
tegas dari sebelumnya. Memiringkan kepalanya lalu menyeringai “Chanyeol”.
Gambaranku tentang Kris sedikit
memudar. Pesta di resto XOXO semarak. Banyak yang datang untuk pembukaan.
Chanyeol dan Luhan begitu bersemangat. Mereka berdua menyanyikan lagu dengan
suka cita. Ada yang kurang, sosok warewolf yang baru satu jam yang lalu kutemui
menimbulkan dobrakan laknat dalam hatiku. Aku mulai merindukan suaranya lalu
godaanya yang canggih. Ragaku bergoyang-goyang seperti robot control tapi
jiwaku melayang untuk tetap memikirkan Kris. Aku jatuh cinta, aku takut
kehilangan Luhan oppa.
Tiba-tiba bayanganku kabur, ada
yang mengusiknya. Rasa dingin berubah menjadi kehangatan ada bulu-bulu yang
menggelitik leherku. Bulu warewolf kah? Lembut sekali aku merasa nyaman. Badanku
bergemeletuk sepertinya posisi tidurku salah. Dengan sangat bangga aku
memimpikan Kris. Melupakan tugas-tugas kuliahku. Tu-gas ku-li-ah? Kepalaku
pening seketika, mataku terbelalak. Tubuh Chanyeol menahanku. Aku terhuyung,
tebangun setengah sadar.
“Kau mimpi buruk?” Lenganku
digoyang-goyang cukup keras.
“Aku terlambat kuliah” Wajahku
memucat.
*****
“Rasanya aku masih mengantuk,
bagaimana bisa kita tertidur di Resto karena sojukah? Luhan oppa juga tiba-tiba
menghilang. Kemana dia? Baboya!” Sengitku. Sejak didalam kamar mandi untuk
sekedar cuci muka, didalam taksi hingga sampai didepan kampus mulutku tak
berhenti mengoceh.
“Sepertinya kau tidak bisa hidup
tanpa Luhan”
“Aissh..aku ingin berbicara
sesuatu dengannya tapi bukan sekarang”
“Sesekali berbagilah denganku”
Matanya terpancar kesenduan. Melepas syal merah yang ia kenakan, memasangnya
dileherku. “Luhan oppa..” Jarinya menunjuk kearah entah kemana. “Chanyeol oppa”
Menunjuk dirinya sendiri sambil memberikan senyum menggelitiknya. “Sudah
pergilah” Kedua tangannya memutar tubuhku lalu menekannya kedepan.
Termenung sebentar. Menerjemahkan
kata-katanya barusan. Mengucapkan terima kasih telah repot-repot mengantar lalu
melenggang pergi. Dia benar-benar serius dengan ucapannya. Muncul rasa
penolakan dalam dadaku.
*****
Keberuntungan selalu menyertaiku.
Kelas ternyata ditiadakan sebab dosen pengampu sastra inggrisku sedang cuti
hamil. Aku ingin pulang sekedar mandi dan berdandan. Mengerjakan tugas analisis
novel sastra lalu diakhiri dengan tidur yang nyenyak. Mukaku benar-benar lusuh.
Konsentrasi banyak terpecah. Handphoneku tiba-tiba berdering. Telpon dari
Luhan.
“Hm?” Nadaku tak bersemangat.
“Mianhae. Setidaknya kau sampai
dengan selamat dikampus. Ada kuliah kah?”
Permintaan maaf langsung
diterima. “Tidak ada. Oppa kemana saja? Aku ingin pulang. Dikampuskah? Ada yang
ingin kusampaikan”
Kakiku berjalan disepanjang
kelas-kelas. Banyak mahasiswa yang berkeliaran termasuk sekawanana dosen. Salah
satu dari mereka ada yang menarik perhatianku.
“Aku dirumah hehe. Maaf aku tidak
membangunkanmu tadi. Semua sudah kupercayakan kepada Chanyeol…”
Kunikmati pandanganku kepada
orang itu. Kecerewetan Luhan menjadi volume paling kecil ditelingaku. Bengong.
Mata kami beradu. Sama sama terkaget. Dia yang menghampiri mimpiku. Dia yang
membuatku tertunduk malu seperti keledai. Kris?
“Nanti sore aku akan ke kampus.
Kau ingin bicara apa? Nuna? Anyeong? Song Hyuki? Chagiya~~?” Panggilannya terlalu lantang
hingga pengar rasanya. Menabrak keheningan.
“Oppa nanti kutelpon lagi” Tuut….aku salah tingkah.
“Oppa?” Tandas Kris sambil
menunjukkan seringainya yang sedikit angkuh.
“Itu tadi sahabat baikku” Wajahku
memerah.
“Chagiya~~?” Pendengarannya
sungguh tajam. Membuatku jengkel setengah mati.
“Hanya panggilan keakraban. Kau
boleh memanggilku chagiya jika kau mau” Balasku. Ada rasa tersipu dipipinya
yang tirus. Aku tak pernah menolak jika dia memanggilku begitu. Ya tuhan aku
benar-benar sudah gila!.
“Bagaimana jika kita minum kopi
disuatu tempat? Mengakrabkan diri” Ajaknya sopan.
Sekarang aku duduk diam didalam
mobilnya. Aku ingat kata-kata yang pernah ia ucapkan ‘Just you and me’ . Lagi-lagi aku harus membinasakan berbagai
pikiran konyol dalam otakku. Oke mengakrabkan diri. Membiasakan untuk menerima
skin ship yang selalu ia tawarkan. Pasti hal mudah bukan melihat kebiasaanku
bersama Luhan dalam kehidupan sehari-hari tak perlu terbawa emosi.
Aku memulai pembicaraan. Mengatur
nafas agar terlihat hidup dan lebih nyaman “Sudah berapa wanita yang pernah
duduk dikursi ini?” Aku terkesiap. Pertanyaan macam apa yang kulontarkan
barusan. Sontak Kris kehilangan konsentrasi mengemudinya, dipelankan pijakan
gasnya. Menengok ke arahku. Membuka bibirnya.
“Berapa banyak wanita yang sudah
kau ajak minum bersama?” Pertanyaan tak sopan lain membrondong keluar dari
mulut tak berdosaku. Kubungkam langsung. Kris menyeringai pandangannya mencoba
untuk biasa. Dia hanya bergeming.
“Aku hanya mencoba untuk jujur”
Tambahku takut-takut.
“Siapa yang mengajarimu terlalu
jujur? Kau telah menempelkan image bad
boy padaku? Hm?”
Aku tertawan sekarang.
“Kita bahas soal perkembangan
bahasa inggris Ninri saja” Aku mencari-cari alasan.
“Aku biasa membawa wanita ke
rumah bukan hanya sekedar minum kopi”
Ada yang membuatku meledak dari
ucapannya. Cemburu. Nadanya yang remeh begitu terkesan luas dijalan
pemaknaanku. Dibawa kerumah. Wanita itu dibawa kerumah. Aku wanita dan aku
tidak dibawa kerumah tapi malam itu aku dibawa masuk kerumah. Baiklah aku
pusing sekarang.
“Tak usah pusing” Sepertinya dia
mendengar seruan hatiku. “Banyak yang memandang image ku sangat buruk itu
karena kalimat yang kuucapkan mengandung beribu makna” Kris membelokkan
kemudinya sekarang. “Aku tak bermaksud demikian, aku hanya berusaha sopan tapi
tetap saja mereka melabelkan sisi negatif dan tak mempercayaiku sepenuhnya”
Kami berhenti didepan kedai kopi.
Kedai nya sepi tak begitu besar. Luntur sudah kesanku terhadap anak orang kaya
ini. Dia punya sisi sederhana yang tak pernah kuketahui. Aku semakin suka.
Akh..kata ngelantur keluar lagi dalam bayanganku. Kris turun membukakan pintu
untukku. Kami masuk besamaan memesan dua cangkir kopi hangat yang dalam waktu
10 menit sudah tersedia.
“Jadi kau tidak pernah mengajak
wanita keluar?” Tanyaku hati-hati.
“Pernah”
Dadaku seperti dilempar batu. Dakh
“Aku jarang mengobrol. Aku
mengurusi bisnis sampingan ayah selain menjadi rektor. Aku berkomunikasi dengan
klien ayahku yang kebanyakan wanita sehingga imageku kadang dinilai buruk oleh
beberapa kalangan termasuk dirimu. Aku jadi asisten dosen dikampusmu. Kurasa
kau baru tahu tadi”
Dia bercerita tiada henti, kurasa
ini percakapan terpanjangku dengannya. Menyebutkan satu persatu kesibukan yang
ia miliki. Aku luluh benar-benar luluh. Namun aku kasihan dengan kehidupan yang
menurutku sangat dingin.
“Aku sering kemari sendirian jika
merasa suntuk. Ikut kompetisi basket. Ninri selalu menyemangatiku. Jadi kumohon
percayalah padaku” Matanya syarat akan sesuatu. “Sekarang ceritalah tentang
kehidupanmu”
“Tak ada yang perlu diceritakan.
Aku hidup bahagia. Aku bersahabat dengan Luhan oppa, Chanyeol oppa” Sedikit
rasa sungkan saat menyebut Chanyeol sebagai oppa. “Aku suka kehangatan, aku
suka kejujuran. Menurut pendapatku kau harus mengenal mereka” Kutunjukkan gigi
cemerlangku kearah matanya yang kosong itu.
“Kita pergi sekarang?”
“Nae?!” Congkak untuk yang kedua
kalinya.
Aku baru menyeruput kopiku tiga
tegukan. Kedua jarinya terayun pada salah satu pelayan di kedai itu. Tabiatnya
sangat terkontrol. Meminta bill dalam diam, mengeluarkan isi dompetnya. Apa
yang ada dipikirannya?.
“Lain kali aku traktir kau minum”
Ak merasa tak enak.
“Cola aku ingin cola” Dia
beranjak dari kursinya. Aku mengiyakan segera. “Cola yang dijual ditaman
bermain minggu depan”
What? Minggu depan? Bahkan dia
lebih parah daripada Luhan yang seenaknya sendiri. Tersebar auranya yang dingin
membuatku merinding. Really warewolf.
Perjalanan berikutnya menuju
Resto XOXO. Tak pernah bosan aku bermain-main kesana. Nuansanya yang cheerful membuatku betah berlama-lama.
Ada jadwal manggung Chanyeol. Mengingat soal Chanyeol aku jadi tak enak soal
telpon Luhan yang kututup paksa. Nanti malam akan ku hubungi.
Atmosfir resto begitu ramai dan
menyenangkan. Kami tiba ditengah-tengah alunan music berjudul Peterpan yang
berdebam. Menambah aksen fairytail
dalam resto. Cocok dengan desainnya
arsitekturnya. Penyanyinya sangat handal dengan gitar digenggaman
memakai kaus v neck putih dengan setelah jas tipis terpasang pas ditubuhnya
yang proporsional. Itu Chanyeol. Awalnya perasaan Kris baik-baik saja, saat
mulai masuk, dia merasa tertahan. Ada yang membuatnya tak ingin bergerak. Aku
melambai pada Chanyeol, dia membalasku dengan senyuman dan nyanyian yang
semakin semangat.
Detik itu tangan Kris yang kaku
menggandengku secara tiba-tiba. Aku terhenyak. Chanyeol melihat gelagat
laki-laki yang kubawa. Matanya berubah nanar.
“Kau tidak apa apa?” Aku
khawatir.
“Aku hanya tidak terbiasa dengan
tempat yang seperti ini. Penuh warna” Baru kudengar suaranya yang biasa percaya
diri kini kegugupan. Jantungnya berdegup kencang. Ada sedikit bulir keringat didahinya.
“Kau manusia kan? Kau tidak suka
bermainkah? Lalu maksudmu membeli cola ditaman bermain?”
“Penjual cola itu ada didepan
taman bermain” Jawabnya hambar. Aku menertawakannya sekarang. Genggaman tangannya
makin erat membuatku meringis.
“Sepertinya kau harus masuk
kedalamnya”
“Jika itu bersamamu” Tatapannya
menghunusku untuk kesekian kali. Tapi kali ini lebih dalam, tergambar senyuman
tipis dari bibir dan matanya tampak lebih lembut daripada biasanya.
Chanyeol hanya berpura-pura tak
melihat gelagat kami, tawa yang kami umbar. Aku telah melukai hatinya,
mengirisnya menjadi tak beraturan lalu mengucurkan air jeruk diatasnya.
Sesekali mata Kris dan Chanyeol bertemu, seperti perang dingin. Ia menghentikan
petikan gitarnya menghampiri kami. Ku sambut dengan sapaan seperti biasanya.
“Luhan oppa sedang tidak ada
disini. Kau bisa berkenalan dengan Chanyeol terlebih dahulu. Ini Chanyeol dan
Ini Kris. Dia kakak dari muridku yang saat ini sedang belajar bahasa inggris”
Hawanya tak sehangat biasanya ada
rasa canggung diantara keduanya. Sepercik api kadang mematahkan kesan hangat tapi
dengan segala keluesan Chanyeol perkenalan ini berjalan lancar. Kris memutuskan
untuk pulang lebih cepat.
“ Mau sekalian ku antar pulang?”
Ujar Kris kebiasaan.
“Dia, biar aku yang mengantarnya
pulang” Sedikit nada ketus yang ia lontarkan.
Sempat raut wajahnya tertahan
sejenak, ingin memaksaku untuk ikut dengannya. Buru-buru meleleh saat aku
memberikan niatan untuk pulang dengan Chanyeol adalah rencanaku dari awal. Dia
memahami dalam diam kemudian pergi.
“Ketusnya. Sudah seperti Luhan”
Sewotku diakhir perbincangan.
Rasa sesak didadanya membuncah.
Mimiknya seakan mengatakan jangan samakan aku dengan Luhan, jangan membela
laki-laki itu. Tapi segalanya berakhir dengan desahan belaka.
TBC...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar