Senin, 17 Juni 2013

Kiss & Hug [Part 3]

Chanyeol menatapku menggunakan matanya yang tulus. Aku masih tak sadar dia menyayangiku secepat itu. Melihatku yang tertidur didalam cangkir karena kelelahan akan aktivitas kemarin malam mendorong hasratnya untuk merangkul tubuhku yang kecil ini dengan selimut. Bukan selimut tapi mantelnya kemudian ditambahi dengan mantel Luhan. Tunggu? Kemarin malam?.
And im not your student. No student, no teacher. Just you and me
Ada kaset yang berputar dikepalaku. Cuplikan realita yang menjadi mimpi. Suara berat Kris tertancap disaraf otakku. Insiden itu, kejadian dimana aku salah murid, ternyata Kris menggodaku. Aku tidak mengajar dia tapi adiknya, Choi Ninri yang ternyata adik tiri dari istri kedua pak rektor dan aku baru tau itu setelah penjelasan yang panjang. Setelah kemunculan Ninri  yang sama-sama bingung. Gadis lugu bermuka bulat, bermata dan berbibir kecil. Rambutnya pendek sebahu. Lebih pendek dari pada aku. Tampak perbedaan yang sangat jelas dengan fisik Kris.

Diluar itu semua, dia memang tak pernah salah dari awal. Dia memberikan jawaban berdasarkan logika dengan perhitungan jangka panjang. Khayalanku saja yang mengintrepretasikan lain. Aku pun tidak tanya dari awal. Alasan mengapa mencari guru privat juga sepele karena Kris terlampau sibuk.

“Mau ku antar pulang?” Tawarnya dengan wajah datar. Ada lonjakan didadaku.
“Tidak usah. Aku sudah dijemput” Jawabku menahan ketidaksantaian didada. Tangannya terangkat mendekati rambutku, aku mundur. Pikiranku macam-macam. Jarinya menarik gorden putih disebelahnya. Menerawang jauh kearah luar jendela.
“Seseorang sudah berdiri cukup lama disana, memang”
Lalu apa maksudnya dengan ‘Mau ku antar pulang?’ jika kau sudah tau ada seseorang yang sudah menungguku diluar. Lagi-lagi aku diperdaya. Bakatnya memang seperti ini ternyata, berpengalaman memperlakukan wanita dengan baik dan BENAR. Geramku. Seseorang? Chanyeol. Ah..aku harus segera menemuinya.

Semua berakhir pada jam 9 malam. Aku keluar dari kandang warewolf dengan selamat. Tak kuduga Chanyeol dengan mantelnya yang tebal sudah menantiku diluar pagar. Baik sekali. Kupandangi lagi rumah megah itu, ada siluet tubuh kuatnya dibalik jendela. Menatapku dalam, menelusuri gerakanku lekat-lekat kemudian beralih ke Chanyeol, tatapannya lebih tegas dari sebelumnya. Memiringkan kepalanya lalu menyeringai “Chanyeol”.

Gambaranku tentang Kris sedikit memudar. Pesta di resto XOXO semarak. Banyak yang datang untuk pembukaan. Chanyeol dan Luhan begitu bersemangat. Mereka berdua menyanyikan lagu dengan suka cita. Ada yang kurang, sosok warewolf yang baru satu jam yang lalu kutemui menimbulkan dobrakan laknat dalam hatiku. Aku mulai merindukan suaranya lalu godaanya yang canggih. Ragaku bergoyang-goyang seperti robot control tapi jiwaku melayang untuk tetap memikirkan Kris. Aku jatuh cinta, aku takut kehilangan Luhan oppa.

Tiba-tiba bayanganku kabur, ada yang mengusiknya. Rasa dingin berubah menjadi kehangatan ada bulu-bulu yang menggelitik leherku. Bulu warewolf kah? Lembut sekali aku merasa nyaman. Badanku bergemeletuk sepertinya posisi tidurku salah. Dengan sangat bangga aku memimpikan Kris. Melupakan tugas-tugas kuliahku. Tu-gas ku-li-ah? Kepalaku pening seketika, mataku terbelalak. Tubuh Chanyeol menahanku. Aku terhuyung, tebangun setengah sadar.

“Kau mimpi buruk?” Lenganku digoyang-goyang cukup keras.
“Aku terlambat kuliah” Wajahku memucat.
*****
“Rasanya aku masih mengantuk, bagaimana bisa kita tertidur di Resto karena sojukah? Luhan oppa juga tiba-tiba menghilang. Kemana dia? Baboya!” Sengitku. Sejak didalam kamar mandi untuk sekedar cuci muka, didalam taksi hingga sampai didepan kampus mulutku tak berhenti mengoceh.
“Sepertinya kau tidak bisa hidup tanpa Luhan”
“Aissh..aku ingin berbicara sesuatu dengannya tapi bukan sekarang”
“Sesekali berbagilah denganku” Matanya terpancar kesenduan. Melepas syal merah yang ia kenakan, memasangnya dileherku. “Luhan oppa..” Jarinya menunjuk kearah entah kemana. “Chanyeol oppa” Menunjuk dirinya sendiri sambil memberikan senyum menggelitiknya. “Sudah pergilah” Kedua tangannya memutar tubuhku lalu menekannya kedepan.

Termenung sebentar. Menerjemahkan kata-katanya barusan. Mengucapkan terima kasih telah repot-repot mengantar lalu melenggang pergi. Dia benar-benar serius dengan ucapannya. Muncul rasa penolakan dalam dadaku.
*****
Keberuntungan selalu menyertaiku. Kelas ternyata ditiadakan sebab dosen pengampu sastra inggrisku sedang cuti hamil. Aku ingin pulang sekedar mandi dan berdandan. Mengerjakan tugas analisis novel sastra lalu diakhiri dengan tidur yang nyenyak. Mukaku benar-benar lusuh. Konsentrasi banyak terpecah. Handphoneku tiba-tiba berdering. Telpon dari Luhan.

“Hm?” Nadaku tak bersemangat.
“Mianhae. Setidaknya kau sampai dengan selamat dikampus. Ada kuliah kah?”
Permintaan maaf langsung diterima. “Tidak ada. Oppa kemana saja? Aku ingin pulang. Dikampuskah? Ada yang ingin kusampaikan”
Kakiku berjalan disepanjang kelas-kelas. Banyak mahasiswa yang berkeliaran termasuk sekawanana dosen. Salah satu dari mereka ada yang menarik perhatianku.
“Aku dirumah hehe. Maaf aku tidak membangunkanmu tadi. Semua sudah kupercayakan kepada Chanyeol…”

Kunikmati pandanganku kepada orang itu. Kecerewetan Luhan menjadi volume paling kecil ditelingaku. Bengong. Mata kami beradu. Sama sama terkaget. Dia yang menghampiri mimpiku. Dia yang membuatku tertunduk malu seperti keledai. Kris?

“Nanti sore aku akan ke kampus. Kau ingin bicara apa? Nuna? Anyeong? Song Hyuki? Chagiya~~?” Panggilannya terlalu lantang hingga pengar rasanya. Menabrak keheningan.
“Oppa nanti kutelpon lagi” Tuut….aku salah tingkah.
“Oppa?” Tandas Kris sambil menunjukkan seringainya yang sedikit angkuh.
“Itu tadi sahabat baikku” Wajahku memerah.
“Chagiya~~?” Pendengarannya sungguh tajam. Membuatku jengkel setengah mati.
“Hanya panggilan keakraban. Kau boleh memanggilku chagiya jika kau mau” Balasku. Ada rasa tersipu dipipinya yang tirus. Aku tak pernah menolak jika dia memanggilku begitu. Ya tuhan aku benar-benar sudah gila!.
“Bagaimana jika kita minum kopi disuatu tempat? Mengakrabkan diri” Ajaknya sopan.

Sekarang aku duduk diam didalam mobilnya. Aku ingat kata-kata yang pernah ia ucapkan ‘Just you and me’ . Lagi-lagi aku harus membinasakan berbagai pikiran konyol dalam otakku. Oke mengakrabkan diri. Membiasakan untuk menerima skin ship yang selalu ia tawarkan. Pasti hal mudah bukan melihat kebiasaanku bersama Luhan dalam kehidupan sehari-hari tak perlu terbawa emosi.
Aku memulai pembicaraan. Mengatur nafas agar terlihat hidup dan lebih nyaman “Sudah berapa wanita yang pernah duduk dikursi ini?” Aku terkesiap. Pertanyaan macam apa yang kulontarkan barusan. Sontak Kris kehilangan konsentrasi mengemudinya, dipelankan pijakan gasnya. Menengok ke arahku. Membuka bibirnya.
“Berapa banyak wanita yang sudah kau ajak minum bersama?” Pertanyaan tak sopan lain membrondong keluar dari mulut tak berdosaku. Kubungkam langsung. Kris menyeringai pandangannya mencoba untuk biasa. Dia hanya bergeming.
“Aku hanya mencoba untuk jujur” Tambahku takut-takut.
“Siapa yang mengajarimu terlalu jujur? Kau telah menempelkan image bad boy padaku? Hm?”
Aku tertawan sekarang.
“Kita bahas soal perkembangan bahasa inggris Ninri saja” Aku mencari-cari alasan.
“Aku biasa membawa wanita ke rumah bukan hanya sekedar minum kopi”
Ada yang membuatku meledak dari ucapannya. Cemburu. Nadanya yang remeh begitu terkesan luas dijalan pemaknaanku. Dibawa kerumah. Wanita itu dibawa kerumah. Aku wanita dan aku tidak dibawa kerumah tapi malam itu aku dibawa masuk kerumah. Baiklah aku pusing sekarang.
“Tak usah pusing” Sepertinya dia mendengar seruan hatiku. “Banyak yang memandang image ku sangat buruk itu karena kalimat yang kuucapkan mengandung beribu makna” Kris membelokkan kemudinya sekarang. “Aku tak bermaksud demikian, aku hanya berusaha sopan tapi tetap saja mereka melabelkan sisi negatif dan tak mempercayaiku sepenuhnya”
Kami berhenti didepan kedai kopi. Kedai nya sepi tak begitu besar. Luntur sudah kesanku terhadap anak orang kaya ini. Dia punya sisi sederhana yang tak pernah kuketahui. Aku semakin suka. Akh..kata ngelantur keluar lagi dalam bayanganku. Kris turun membukakan pintu untukku. Kami masuk besamaan memesan dua cangkir kopi hangat yang dalam waktu 10 menit sudah tersedia.
“Jadi kau tidak pernah mengajak wanita keluar?” Tanyaku hati-hati.
“Pernah”
Dadaku seperti dilempar batu. Dakh
“Aku jarang mengobrol. Aku mengurusi bisnis sampingan ayah selain menjadi rektor. Aku berkomunikasi dengan klien ayahku yang kebanyakan wanita sehingga imageku kadang dinilai buruk oleh beberapa kalangan termasuk dirimu. Aku jadi asisten dosen dikampusmu. Kurasa kau baru tahu tadi”
Dia bercerita tiada henti, kurasa ini percakapan terpanjangku dengannya. Menyebutkan satu persatu kesibukan yang ia miliki. Aku luluh benar-benar luluh. Namun aku kasihan dengan kehidupan yang menurutku sangat dingin.
“Aku sering kemari sendirian jika merasa suntuk. Ikut kompetisi basket. Ninri selalu menyemangatiku. Jadi kumohon percayalah padaku” Matanya syarat akan sesuatu. “Sekarang ceritalah tentang kehidupanmu”
“Tak ada yang perlu diceritakan. Aku hidup bahagia. Aku bersahabat dengan Luhan oppa, Chanyeol oppa” Sedikit rasa sungkan saat menyebut Chanyeol sebagai oppa. “Aku suka kehangatan, aku suka kejujuran. Menurut pendapatku kau harus mengenal mereka” Kutunjukkan gigi cemerlangku kearah matanya yang kosong itu.
“Kita pergi sekarang?”
“Nae?!” Congkak untuk yang kedua kalinya.
Aku baru menyeruput kopiku tiga tegukan. Kedua jarinya terayun pada salah satu pelayan di kedai itu. Tabiatnya sangat terkontrol. Meminta bill dalam diam, mengeluarkan isi dompetnya. Apa yang ada dipikirannya?.
“Lain kali aku traktir kau minum” Ak merasa tak enak.
“Cola aku ingin cola” Dia beranjak dari kursinya. Aku mengiyakan segera. “Cola yang dijual ditaman bermain minggu depan”
What? Minggu depan? Bahkan dia lebih parah daripada Luhan yang seenaknya sendiri. Tersebar auranya yang dingin membuatku merinding. Really warewolf.
Perjalanan berikutnya menuju Resto XOXO. Tak pernah bosan aku bermain-main kesana. Nuansanya yang cheerful membuatku betah berlama-lama. Ada jadwal manggung Chanyeol. Mengingat soal Chanyeol aku jadi tak enak soal telpon Luhan yang kututup paksa. Nanti malam akan ku hubungi.
Atmosfir resto begitu ramai dan menyenangkan. Kami tiba ditengah-tengah alunan music berjudul Peterpan yang berdebam. Menambah aksen fairytail dalam resto. Cocok dengan desainnya  arsitekturnya. Penyanyinya sangat handal dengan gitar digenggaman memakai kaus v neck putih dengan setelah jas tipis terpasang pas ditubuhnya yang proporsional. Itu Chanyeol. Awalnya perasaan Kris baik-baik saja, saat mulai masuk, dia merasa tertahan. Ada yang membuatnya tak ingin bergerak. Aku melambai pada Chanyeol, dia membalasku dengan senyuman dan nyanyian yang semakin semangat.
Detik itu tangan Kris yang kaku menggandengku secara tiba-tiba. Aku terhenyak. Chanyeol melihat gelagat laki-laki yang kubawa. Matanya berubah nanar.
“Kau tidak apa apa?” Aku khawatir.
“Aku hanya tidak terbiasa dengan tempat yang seperti ini. Penuh warna” Baru kudengar suaranya yang biasa percaya diri kini kegugupan. Jantungnya berdegup kencang. Ada sedikit bulir keringat didahinya.
“Kau manusia kan? Kau tidak suka bermainkah? Lalu maksudmu membeli cola ditaman bermain?”
“Penjual cola itu ada didepan taman bermain” Jawabnya hambar. Aku menertawakannya sekarang. Genggaman tangannya makin erat membuatku meringis.
“Sepertinya kau harus masuk kedalamnya”
“Jika itu bersamamu” Tatapannya menghunusku untuk kesekian kali. Tapi kali ini lebih dalam, tergambar senyuman tipis dari bibir dan matanya tampak lebih lembut daripada biasanya.
Chanyeol hanya berpura-pura tak melihat gelagat kami, tawa yang kami umbar. Aku telah melukai hatinya, mengirisnya menjadi tak beraturan lalu mengucurkan air jeruk diatasnya. Sesekali mata Kris dan Chanyeol bertemu, seperti perang dingin. Ia menghentikan petikan gitarnya menghampiri kami. Ku sambut dengan sapaan seperti biasanya.
“Luhan oppa sedang tidak ada disini. Kau bisa berkenalan dengan Chanyeol terlebih dahulu. Ini Chanyeol dan Ini Kris. Dia kakak dari muridku yang saat ini sedang belajar bahasa inggris”
Hawanya tak sehangat biasanya ada rasa canggung diantara keduanya. Sepercik api kadang mematahkan kesan hangat tapi dengan segala keluesan Chanyeol perkenalan ini berjalan lancar. Kris memutuskan untuk pulang lebih cepat.
“ Mau sekalian ku antar pulang?” Ujar Kris kebiasaan.
“Dia, biar aku yang mengantarnya pulang” Sedikit nada ketus yang ia lontarkan.
Sempat raut wajahnya tertahan sejenak, ingin memaksaku untuk ikut dengannya. Buru-buru meleleh saat aku memberikan niatan untuk pulang dengan Chanyeol adalah rencanaku dari awal. Dia memahami dalam diam kemudian pergi.
“Ketusnya. Sudah seperti Luhan” Sewotku diakhir perbincangan.
Rasa sesak didadanya membuncah. Mimiknya seakan mengatakan jangan samakan aku dengan Luhan, jangan membela laki-laki itu. Tapi segalanya berakhir dengan desahan belaka.


TBC...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar