Fanfiction : EXO
Cast : Song Hyuki (OOC),
Chanyeol, Luhan dan Kris
Genre : Romance
Rated : M
Enjoy the show :)
Penat. Rasanya seperti sampah.
Ujian macam apa yang kukerjakan tadi, sambil menggerutu tak jelas kujejalkan
kertas-kertas yang membuat kepalaku runyam kedalam tas. Melihat jam, sudah
menunjukkan waktu makan siang. Menunggu anak konyol dengan muka masam ditepian
trotoar kampus. Cuacanya sedang cerah tapi kenapa aku malah mendapat nilai
jelek. Tumben.
Tak sabar menunggu anak konyol
itu, kuberdayakan ponselku. Kugeser kuncinya, tapping menaping dimulai. Dia
sering kali online Line. Iya. Line. Baru kutekan applikasinya sudah muncul saja
chatku dengannya. Luhan.
Oppa…lapar~~~ cepatlah datang *aegyo*
Senyum senyum sendiri.
Menggodanya adalah hal yang sesekali kulakukan. Send. Kupilih stiker yang
paling cocok untuk penambahan aksen imut di chat. Sibukku memilih stiker,tiba-tiba
jari telunjuk yang tak tau asal muasalnya menyerobot pilihan stiker kelinciku.
Menunjuk ke arah teddy bear yang mong. Sontak aku menoleh. Ada yang menempel
dibahuku. Membuatku oleng. Kepala Luhan bersandar asik disana, tersungging
senyum nakalnya. Senyum yang mematikanku.
“Hya! Aku sudah menunggu lama.
Aku lapar dan aku mendapat nilai jelek” Manjaku padanya.
“Nae arraseo” Jambulnya yang
merah mengangguk-angguk, menyeretku pada sebuah bangku. Mengisyaratkan untuk
duduk “Aku punya sesuatu untukmu, Jjajjang!!” Mengeluarkan dua lembaran kertas
seperti tiket. Kubaca tulisannya ternyata voucher makan. Wajahku seketika
sumringah kegirangan. Tangan Luhan menggenggamku erat melompat-lompat dipinggir
trotoar seperti duo bodoh.
“Selain mendapat diskon makan,
temanku dari jauh akan performent disana. Akan ku kenalkan kau padanya”
“Sippo~~” Teriakku lantang.
Kebodohan kami masih berlanjut.
Pria berwajah imut itu mengambil iphonenya. Kebiasaan narsis selalu jadi yang
pertama. Tangan kirinya sibuk mencocokkan cameranya “Momen mengasikkan harus
diabadikan” Ujarnya. Aku dengan posisi disebelahnya berusaha menyamai tinggi
bahunya. Dirapatkan tubuhku dengan tangan kanannya. Kugigit voucher makan
bertuliskan ‘XOXO Resto’ diskon 50%. 1..2..3. Snap!.
Sekali dua kali berkali-kali
dengan pose absurd yang berbeda-beda. Ujung-ujungnya menjadi pusat perhatian. Banyak
komentar mengenai kami sebagai pasangan paling serasi di kampus. Banyak orang
yang iri hati mengenai kami. Tapi kami tak pernah ambil pusing. Karena inilah
kami apa adanya. 5 tahun bersama, mengukir cerita. Aku,
Song Hyuki dan Luhan oppa.
“Hyuki-ya kyeopta” Memperlihatkan
fotonya. Luhan apa yang membuatmu setampan ini dengan balutan kaos belel biru
dongker bawahan jins sobek-sebek ke kampus. Aku hanya menggeleng.
“Kau juga tampan seperti biasanya”
Balasku.
Photoshot yang barusan dilakukan
adalah selingan penunda lapar. Kini kami mulai duduk didalam bis menuju Resto berdiskon
tadi. Sepertinya aku sudah lupa bagaimana rasanya galau soal nilai ujian,
bagaimana susahnya belajar jika ada Luhan. Kami berasal dari sekolah yang sama
dari SMA hingga mahasiswa sekalipun. Sampai tak tahu hubungan kita ini seperti
apa, pacar, anak kembar atau kakak adik sekalipun. Yang jelas oppa selalu
melindungi ku begitu pula aku yang selalu membelanya.
Karena kondisi mulai hening, aku
mengeluarkan permen membaginya dengan Luhan. Sama sama suntuk karena perjalanan
yang lumayan panjang.
“Seperti apa temanmu itu? Apa aku
pernah bertemu sebelumnya?” Aku buka suara.
Pria tinggi itu memperhatikanku
sejenak kemudian menggeleng.
“Seperti apa dia? Laki-laki atau
perempuan?”
Sekarang bibirnya yang tipis
digigitnya, jari-jarinya memelintir rambutku yang terurai. Bersikap acuh tak
ingin menjawab. Ku tatap matanya curiga, seketika kukuncir rambutku. Isengnya
anak ini.
“Pemuda tinggi, lebih tinggi
dariku. Bertelinga lebar, matanya juga lebar. Dia seorang gitaris. His name is
Chanyeol. Dia sahabatku waktu kecil dan baru bisa bertemu sekarang” Dia
merentangkan tangannya lebar-lebar.
Aku menghela nafas panjang, pasti
predikat keimutan Chanyeol sejenis dengan Luhan. Gadis beruntung sepertiku ini
patutnya dibunuh oleh fans fans mereka. Kesadaranku menjadi klimaks ketika
masih ada wanita yang lebih cantik dariku yang bisa menjadi sandingan Luhan
tapi apa yang membuat bocah ini memilihku. Iya karena aku yang menjadi diriku,
menjawab dengan jujur ketika aku harus mengakui ketampanannya, kepintarannya
mencari perhatian bahkan perasaan sekalipun bahwa aku dan dia hanya sebatas sahabat.
“Aku ada kabar terbaru, aku
diterima kerja part time mengajar bahasa inggris. Kau tau dimana?” Mataku
berkedip kepadanya. “ Dirumah Pak rektor kampus kita dan aku mengajar anaknya”
“Huwooo..daebak!! anaknya masih
SMA?”
“Entahlah sepertinya begitu”
“Kapan mulai mengajar?”
“Besok malam, tiap hari Senin,
Rabu dan Sabtu” Aku menyebutkan satu-satu.
“Hajima~~ jangan weekend lantas
kapan kita jalan jalan bersama” Tubuhnya sontak mendekapku. Merengek seperti
anak usia 5 tahun. Seluruh penumpang di bis memperhatikan sesuatu yang mereka
anggap mesra. Lenganku terayun-ayun keatas. “Mianhae..mianhae” Aku tertunduk
malu. “Setelah mengajar kau boleh menjemputku dirumah rector kemudian kita main
sepuasnya” Bisikku pelan.
Jambulnya yang kaku menggelitik
leherku. “Sampai!!!” Soraknya seoalah-olah tak mendengarku bicara. Kepalanya hampir menghantamku detik itu. Untung
tubuhku cukup gemulai untuk menangkisnya. Kepukul langsung kepalanya. Dia
terkekeh meluluhkan rasa jengkelku.
Kami keluar dengan selamat. Tepat
diturunkan di gerbang Resto XOXO. Bangunannya terkesan tua, dengan desain yang artistic.
Neon-neon berwarna kuning kecoklatan terpasang berurutan di atap atapnya. Lucu.
Temboknya putih gading ada ukiran simple diujung-ujungnya. Bisa dibayangkan
seperti bangunan Belanda. Sangat formal.
Dengan perasaan aneh kami
melangkah maju. Mata kami berkeliling melihat nuansa resto itu. Sepi tak ada
pengunjung. Tatapan kami bertemu.
“Kita naik bis dengan benar kan?”
Tanyanya ragu.
“Mana ku tau. Kau yang tau jalan”
Kutunjuk hidung mancungnya. Disambarnya jari telunjukku dengan cepat.“Kata
Chanyeol. Resto ini fullcolor. Full color darimana yang ada kita bisa cepat tua
disini. Ayo kita masuk”
Terkadang aku tak pernah mengerti
sikap autisnya. Umurnya yang lebih tua 2 tahun denganku tertutup sikap childish
dan perangai awet mudanya. Sabar.
Kami masuk tanpa permisi tanpa
sambutan dari pelayan yang biasanya menawari kami ‘Selamat datang di resto kami,
ada menu special untuk pasangan yang sedang kasmaran’ sambil menunjukkan
sederetan giginya. Tumben.
“Uwoooohh….” Kedua mulut kami
membentuk huruf O lebar. Shock melihat apa yang disebut full color.
“Dreamland!”
“Neverland!”
Secara bersamaan dan lepas
kendali kata-kata itu meluncur. Tertata rapi cangkir berukuran jumbo
ditempatnya. Dua hingga empat orang bisa masuk didalamnya. Warna warni. Ada
etalase berjalan disebuah mini bar didepan cangkir-cangkir itu. Terhidang
macam-macam cake dan menu makanan berat. Nuansa anak-anaknya terasa.
Stiker-stiker lucu tertempel didinding-dindingnya. Diujung ruangan tampak
panggung mini untuk pemusik Resto XOXO. Temanya memang XOXO - Kiss and Hug.
Penuh boneka dan penuh cinta. Sayangnya tak ada pengunjung kecuali kami. Ada
satu tante-tante dibalik etalase, wajahnya datar seperti orang mati.
“Don’t judge the book from the
cover” Lugas Luhan.
“Luhan, anyeong!!”
Kubalik tubuhku mendengar sahutan
keras diikuti punggung Luhan. Ia berbalik terlalu berlebihan tas ranselnya
menabrakku cukup keras “aghk..” Dari wajahnya melukiskan kesenangan yang luar
biasa. Iya memahami panggilan itu. Panggilan yang ditunggu-tunggu. Muncul pemuda yang masuk tanpa permisi sama seperti kami. Luhan melompat, menghambur ke sumber suara. Mendatangi pemuda yang membopong
sebuah gitar.
“CHANYEOL-a!!!”
Makhluk sejenis dewa berpelukan. Aku
mendesah berpura-pura tak merasakan auranya. Keduanya seperti sepasang
telettubies Lala dan Po. Luhan menghampiriku kemudian menarikku “Chagiya~~” Seketika
kujewer telinganya, dia meringis kesakitan. “Hehe. Park Chanyeol ini Song Hyuki.
Song Hyuki ini Park Chanyeol” Kedua tangannya menepuk-nepuk bahu kami
bersamaan. Kening Chanyeol mengkerut.
“Gadismu kah?” Mata Chanyeol yang
sebesar biji salak menyorotku tajam. Suaranya berat dan parau memanipulasi
kontur wajahnya yang kecil dan bulat.
“A..aniya. Kami sahabat baik”
Sergahku.
“Semoga kita bisa menjadi sahabat
yang baik pula” Timpal Luhan.
“Tapi kalian berdua memakai baju
couple sama sama birunya” Chanyeol masih penasaran. Tolong hentikan semua ini
batinku. Aku hanya merasa beruntung.
“Kita triple!” Telunjuk Luhan
menodong dirinya sendiri, bergerak kearahku kemudian ke sahabatnya
itu kemudian kami tertawa lantang. “Ahaaa~~~”
Selanjutnya kami disuguhi dengan
menu makanan yang lezat. Pancake, Kentang goreng dan Bubble tea favorit Luhan
tersedia disini. Betapa melebihi bayi dia sekarang. Menggodaku dengan sedotan
pink, meniup niup poni tebalku saat aku sedang mencoba mengakrabkan diri dengan
sosok bayi yang lain. Chanyeol. Bedanya dia lebih tidak autis dalam kondisi
tertentu.
“Apa yang membuatmu berteman
dengan dia?” Kurampas sedotan pink dari gigitan Luhan tanpa memandangnya. Akhirnya
ia mendengarkan kami berbincang.
“Dia teman kecil yang meracuniku
tentang dunia. Kemudian kita sempat terpisah waktu SMP karena aku harus pindah
dan baru sekarang dengan statusnya yang mahasiswa ini kita dipertemukan lagi. Ah..rasanya….”
Membenamkan wajahnya yang lucu kedalam topi putihnya, kemudian membukanya lagi
memasang secara paksa ke kepala Luhan.” Rindu”
“Jika rindu maka nyanyikan sebuah
lagu. Gitar dan stand mic diujung sana berkoar-koar memanggilmu oppa~oppa”
Sambar Luhan dibalik topi rekannya.
Chanyeol mengangguk cepat,
mengambil topinya kembali, memakainya dalam keadaan terbalik. Bangkit lalu
berjalan dengan cepat ketempat yang dimaksud Luhan sebelumnya. Memeriksa stand
mic itu dengan pasti. “Check it” Suaranya yang serak membahana di seluruh
Resto. Hanya kami bertiga yang mendengarnya menjadi empat bersama tante-tante
datar dibalik etalase.
Tampak wajahnya begitu merindukan
teman lamanya. Tatapan penuh perhatian. Kadang-kadang pandangan kita juga
bertemu. Dibuka tas panggulnya yang berisi gitar akustik. Sejenak aku tertarik
dengan benda coklat yang bisa berdenting itu. Cemerlang dan mengkilat. Sedikit
setelan pada gitarnya lalu dipetiknya dengan posisi senyaman mungkin. Duduk
dikursi. Mic perlahan Ia turunkan. Petikan pertama mengudara. “Lisen to me. Yes
you!” Applouse dari Luhan menderu “Wuhuuu”.
“Special for you Don’t Go”
Petikan dan suara Chanyeol yang
berat begitu sinkron dengan perasaan sendunya sekarang. Aku melihatnya dengan
tatapan mengaduh haru. Luhan yang seperti lem, anggapanku cuma aku yang dia
miliki, Cuma aku yang berhak merindukannya tapi kini muncul pria ini pria
dengan ability yang lebih dari aku yang
hanya sekedar penikmat bulliannya, pendengar masalah hatinya kala kacau. I am totally jealous.
Anak ini memang tak bisa diam
selalu overacting dan hiperaktif.
Dengan ketabahanku, ku biarkan dia berkelana sendiri menghampiri temannya yang
sedang mellow itu. Merebut stand micnya. Mengkode sahabatnya untuk menyanyikan
lagu yang menyenangkan. Mereka bernyanyi bersama. Menghibur. Tuhan tolong
hentikan waktu, aku wanita biasa yang punya perasaan meleleh saat melihat dua
pemuda manis manis bermanner seperti itu. Aku hanya membeku.
“Ah, aku harus pergi. Nuna kau
pulang sendirian ya?” Celetuknya menggunakan mic sehingga suaranya mengaum.
“Nae? Tapi…Nuna??”
“Aku bisa mengantarnya pulang”
Sahut Chanyeol merebut mic dalam genggaman Luhan sambil menunjukkan sederetan
giginya yang putih. Luhan sudah beranjak dari sisi Chanyeol. Menerobos
keheningan resto dengan ketergesahannya.
“Jam 4 aku harus menemani Ibuku
belanja. Mianhae. Chanyeol-a kau masih ingat dimana rumahku kan. Jam 7 aku
sudah berada dirumah. Mampir ya kita mengobrol soal apapun disana” Melambai
kearah rekannya yang sekarang merapikan gitarnya kembali. “Jaga chagiyaku dengan
selamat”
Telingaku geli mendengar kata
sayang darinya. Tolong jangan memancing para fansmu untuk membunuhku ditengah
jalan nantinya.
*****
“Sudah berapa lama mengenalnya?
Tampaknya kalian sudah seperti ini” Kedua jemari Chanyeol bertautan.
“Sejak SMA” Jawabku singkat.
“Aku merasa bersalah ketika aku meninggalkannya
begitu saja. Aku kira aku telah kehilangan senyumnya. Dia sulit berteman dengan
siapapun” Si telinga lebar itu mendecak ragu. “Aku bahkan heran tiba-tiba dia
bilang akan memperkenalkanku pada gadis yang istimewa dan ternyata kau. Apa
Luhan sekarang sudah punya kekasih?”
“Dia tipikal orang yang berteman
dengan orang yang apa adanya. Dia punya banyak fans disekolah bahkan kampus.
Perangainya yang lucu, hiperaktif dan kekanak-kanakan itu yang membuatnya
menjadi center. Kami sering terkena isu negatif tapi dia malah membiarkan
semuanya berlalu. Dia terlalu nyaman denganku begitu pula aku” Aku
mendiskripsikan betapa serunya sahabatku itu. “Saking akrabnya aku dengan oppa.
Dia pernah berkata, dia harus melihatku memiliki pasangan dulu baru dia dengan
ikhlas melepaskanku lalu mencari kekasih. Aku pikir itu hanya candaannya saja”
Mata kami bertemu, sekilas dia
tampak termangu. Sambil membopong gitarnya kami berjalan berdua ditengah senja.
Kami memutuskan untuk berjalan sembari menikmati sore meski perjalanan kami dua
kali lipat jauhnya. Ada rasa damai ketika sudah terjebak dalam percakapan yang
membawamu ketempat lain. Bibir Chanyeol kini tersenyum manis.
“Hal yang sama yang pernah
diucapkannya padaku sebelum aku pergi. Kau harus ingat setiap kata kata manis
yang ia lontarkan, dibaliknya pasti ada maksud tersembunyi” Tegasnya. “Tapi
baguslah dia memilikimu sekarang. Sahabat yang bisa dipercaya. Dia tidak pernah
salah pilih sebelumnya. Dia akan sangat cerdas menebak isi hati dan pikiran
orang yang baru dia kenal, orang itu berhati buruk atau tidak. Kurasa…” Chanyeol
menyipitkan sebelah matanya, mengekerku dengan kamera yang ia buat sendiri dari
tautan jari-jarinya. “ Kau sahabat yang apa adanya hehe”
“Sudahlah tak perlu menggodaku”
Wajahku semburat kemerahan.
Jika benar ini bukan sekedar
keberuntunganku berteman dengan orang-orang seperti mereka maka akan ada cerita
dan konflik yang menghadangku nantinya. Bukan sekarang tapi kedepannya.
1 jam berjalan 1 kali
beristirahat sekedar membeli juice jeruk. Cukup melelahkan. Bercanda perihal
apapun yang bisa ditertawakan. Mengobrol apapun yang bisa diobral. Mulai dari
perihal kampus, Luhan hingga keluarga. Chanyeol begitu terbuka akan beberapa
hal termasuk soal sekolah musiknya, cita cita sebagai gitaris dan penyanyi
handal. Sampai kami lupa waktu “Aku mendukungmu jika kau mewujudkannya.
Hya..rumahku kelewatan. Maaf telah membuatmu berjalan sejauh ini. Rumah Luhan
sekitar 4 blok dari sini sebaiknya kau pesan taksi”
“Aniya aku terbiasa berjalan”
Matanya bias akan sinar cahaya bulan. Tunggu. Astaga memang bulan tepat diatasnya.
Aku mendongak mataku silau. Ternyata cahaya lampu. Sebelum mataku terpapar
cahaya neon lebih tajam ada bayangan gelap tepat diatasku. Tangan Chanyeol yang
lebar melindungi mata lelahku. Ah..pria ini gelagatnya sama saja dengan Luhan.
Selesai sudah.
“Ada yang salah?” Ujarnya santai.
“Ya. Mataku tak bisa melihat
bulan”
Telapak tangannya dingin dan
sedikit kebas. Mungkin sering bermain gitar atau dia adalah sosok orang yang
suka bekerja keras.
“Kau melihat bulan yang salah”
Tandas si jangkung itu. Diajaknya aku ketengah jalanan sepi. Dibawahnya ada
kubangan air. Aku memiringkan kepalaku. Kebingungan. Airnya kebetulan tenang. Mukanya setipe dengan Luhan ketika
melihat sesuatu yang menurutnya menarik. Aku mengiyakannya saja karena dia
sudah telanjur melompat-lompat ceria. Sambil memegang topinya agar tidak
terjatuh dia menyuruhku menunduk. Kuturuti saja perbuatan yang pasti adalah
perbuatan mahakonyol.
Pantulan wajah kami tepat
dipinggir kubangan. Siluetnya bergoyang-goyang akibat angin yang terhempas tak
teratur. Sesekali permukaannya kejatuhan daun dari atas pohon membuat genangannya
bergerak. Saat benar-benar tenang ada bintik kecil sebesar bola pingpong muncul dipermukaan air. Bulan yang kucari. Bukan
neon didepan rumah. Aku tertawa geli dia makin sumringah. Apa apaan ini, aku
sudah kebal dengan Luhan sekarang disodorkan Luhan Luhan yang lain yang sama romantisnya.
Nafasku sesak lama-lama berteman dengan mereka.
Saat aku tersipu sendiri, diam-diam
Chanyeol memperhatikanku. Memperhatikan pipi chubbyku yang berdimple, lentiknya
bulu mataku, tipisnya bibir merah jambuku. Rambutku yang terurai panjang
tertiup angin sepertinya telah menyihirnya masuk kedalam blackhole. Tolong jangan
sekarang, jangan secepat itu hatiku belum sepenuhnya bergetar.
TBC…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar