Minggu, 16 Juni 2013

Kiss & Hug [Part 2]


Pipiku bertambah gimbul, keningku meluas ada titik yang paling ku benci tumbuh kemerah-merahan ditengah-tengah jidatku. Kupencet-pencet lantas meringis kesakitan. Ish..jerawat ini. Kulempar cermin cembung kecil yang tak memuaskanku itu. Kubedaki tebal-tebal. Kemudian aku mundur beberapa langkah menatap cermin yang lebih besar dan lebih memanilpulasi kecantikanku.

Cukup puas dengan mini dress kekuningan dengan rumbai-rumbai dibagian bawah roknya. Sabuk sebesar satu inchi membentuk tubuh langsingku. Ada pita orange dibagian belakangnya. Kukenakan tas selempang kuningku. Frame kacamata terpasang ditelingaku. Rambut berponi kuncir kuda menolongku menutupi jerawat yang membengkak. Setidaknya aku cukup terlihat formal untuk hari pertama mengajar.
Kring~Kring.

“CHAGIYAAA~~~!!!”
“Baiklah. Ada kejutan apa lagi sekarang” Nadaku berbisik. Menghampiri suara yang lantang membahana. Ku buka grendel jendela, kudorong keatas. Kepalaku terjulur kemudian. Luhan sudah dibawah dengan setelan jaket dan celana pendek lucunya yang lain. Kali ini penambahan topi yang menutupi jambul merahnya terlihat seperti bukan mahasiswa. Dominasi warna orange disebelah kanan lengannya dan kuning kecoklatan dibagian sebelah lainnya. Selalu saja couple dan mematikan. Posenya duduk manis-manis sembari memainkan bel dan mengayun ayunkan stir sepeda pancal. Aku melambai padanya “Oppa!!!”.

Aku segera turun sedikit terhambat flat shoes saat berusaha memakainya.
“Tak biasanya menggunakan sepeda?” Sambutku dengan senyum yang paling ceria. Berharap bisa mengalahkan kemanisannya.
“Karena hari ini hari sabtu” Double keceriaannya menghempasku.
“Apa hubungannya?”
 “Tidak ada. Kacha~~” Menyuruhku untuk segera duduk diboncengan. Aku menurutinya dalam kebodohan yang kubuat sendiri. Saat itu angin di siang hari lebih kencang dari biasanya, membuat seluruh dandananku lebih cepat acak-acakan dari biasanya.
“Chakama~~” Suara Luhan melengking. Detik itu juga seperti menekan tombol off pada lampu dia memencet jerawatku dengan jempolnya. Membuatku berteriak.
“Hyaaa…aigooo!!!”

Tawanya membeludak. Hampir keluar air mataku karena perih. Aku tertunduk kugosok pelan-pelan dengan rambutku. Detik berikutnya Ia memasang topi hitamnya pada kepalaku. “Mianhae” Bibir tipisnya tersirat padaku. Aku melihatnya sekilas. Dengan sengaja memamerkan wajah porselennya padaku. Wajah tanpa jerawat itu membuatku sakit mata. Aku segera duduk diboncengannya, kedua tanganku berpegangan pada pinggulnya yang kecil. Tiba-tiba muncul gerakan gerakan yang membuatku harus mengantisipasi perlakuannya. Aku terperangah. Ia mengikat pinggulku dengan jaketnya. Menutupi kakiku yang telanjang.

“Siapa suruh memakai mini dress. Anginnya kan kencang” Ketusnya.
*****
Aku dibawa bergabung disebuah acara amal keluarga Luhan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Selalu menyita perhatianku. Garage Sale. Menjual apa saja yang bisa dijual entah itu barang bekas atau pun yang baru tapi tak pernah digunakan.  Aku sibuk memilah pakaian Luhan yang masih layak pakai. Barang-barangnya yang menurutku tottaly childish dikemas dalam satu kardus penuh. Siap dijual untuk anak-anak kecil disekitar rumahnya. Sering kali disaat saat seperti ini kami bertengkar hanya karena dia tak pernah rela menjual mainannya.

“Kapan kau jadi dewasa dengan menyimpan barang-barang seperti ini” Memasukkan miniature mobil VW kedalam kardus sambil menggerutu. Ekspresinya tampak tak suka melihatku menyentuh mainan-mainannya. Ukuran kamarnya yang 5x6 itu penuh dengan rongsokan bagiku. Rapi tapi isinya tak penting. Rak buku mengenai hukum dan undang-undang tertata rapi. Baiklah itu penting tapi sisanya apa? Gudang miniature dan action figure. Tahun lalu sudah terjajah habis tapi kenapa seperti mati satu tumbuh seribu. Dua kali lipat lebih banyak.

“Aku akan dewasa dengan caraku sendiri” Mendadak jawabannya galau. Kakinya terayun-ayun diatas kamar susun yang biasa kutempati tidur waktu SMA. Melempar-lempar bola basketnya.
“Sudah lama aku tidak menginap disini ya. Terakhir kali saat kelulusan SMA” Mengingat-ingat.
“Hanya karena kau kabur dari rumah. Hanya karena kau dimarahi ibumu agar masuk fakultas kedokteran. Sungguh kekanak-kanakan” Singgungnya.
“Setidaknya aku tidak menyimpan mainan-mainan ini kan” Sindirku balik. “Segera selesaikan tugas akhirmu lalu bekerja lalu menikah” mukanya berubah masam. Aku bangkit dari zona nyamanku. Naik tangga tempat tidur, ingin menyusulnya. Pintu kemudian terbuka cepat. Sosok wanita keibuan datang membopong dua gelas besar bubble tea diatas nampan. Bentuk mukanya kecil dan melankolis mirip sekali dengan Luhan. Bedanya ada beberapa rambut keputihan yang semarak diubun-ubunnya. Memanjang sebahu.

Bubble tea time” Senyumnya sendu. Aku dan keluarga Luhan sudah erat. Ibunya sudah kuanggap ibuku sendiri. Menginap bersama hingga rekreasi keluarga bersama pernah ku lakukan. Hanya karena Luhan anak tunggal dan hanya karena dia kehilangan Chanyeol dulunya. “30 menit lagi acara dimulai, kalian jangan kebanyakan bermain” Sekedar menghidangkan minuman dingin lantas keluar lagi. Sepertinya garage sale menyita waktu untuk bercakap banyak. “Arraseo”.

“Sepertinya aku tidak melanjutkan kuliahku. Aku bosan. Slurp…” Menyeruput bubble teanya dengan santai.
“Nae? Kurang sejengkal lagi? Kau pintar oppa sangat pintar. Tugas akhir bisa kau gapai dengan mudah, didepan mata. Sayang sekali. Apa kata ibu nanti?”
Aku buru-buru menaiki tangga. Ingin mendapat kejelasan atas ucapannya yang menohokku. Duduk didepannya, memegang bubble teaku. Sama-sama menyedotnya. Mendengarkan dia dengan penuh waspada.
“Kemarin Chanyeol menginap disini kemudian pulang pagi-pagi sekali. Dia berbicara banyak tentang Resto XOXO. Dia butuh owner kedua atas usahanya. Lalu malam semakin larut dan dia berbicara banyak tentangmu juga”
“Aku tak mengerti” Mataku terbelalak.
“Resto XOXO itu miliknya”
Sejenak aku termenung “Pantas tak ada pelanggan”
“Baru akan dibuka nanti malam” Kepalanya bersandar dibantalnya yang empuk sekarang. “Setelah mengajar dia akan menjemputmu”
“Lantas apa maksud voucher berdiskon kemarin ?” Tanyaku dengan muka gemas.
“Hehe aku hanya iseng” Kepalanku meninju perutnya datar hampir tumpah segelas bubble tea dalam genggamannya, dia mengaduh pelan.
“Jangan korbankan sekolahmu disaat seperti ini. Hanya karena alasan bosan, aku tidak setuju. Kurasa orang tuamu akan mengusirmu dari rumah”
“Aku punya jalan hidupku sendiri. Aku yang memutuskan untuk meneruskan kuliahku dengan ikhlas atau tidak” Ia menegaskan.
“Oppa, memiliki impian yang unik. Memiliki restoran untuk anak-anak. Berbagi kebahagian dengan semua anak didunia. Tidak terlalu berat sebenarnya. Masih berat cita-cita menjadi dokter, pengacara, pengusaha ataupun direktur sekalipun. Resto XOXO sudah memberi setengah harapanmu bukan? Dan itu semua atas kerja keras Chanyeol. Tapi tidak bisakah dipending sebentar?” Jelasku dengan rasa mempertahankan. Ditelan ludahnya sekarang. Ia menggeleng pelan. Keras kepala.
“Sepertinya, aku tak ingin membahasnya sekarang”

Hening sejenak kucairkan suasana galaunya.

“Bicara tentangku soal apa kemarin?” Aku curiga. Kulirik matanya yang sekarang tertutup. Berpura-pura tidur tapi masih mendengarkan. Ada seringai senyuman dibibirnya yang kecil.
“Nuna, seandainya saat ini ada yang menyukaimu. Akhirnya kau punya kekasih apakah oppamu ini akan tergantikan?” Raut wajahnya mulai tak terbaca dimataku.
“Kau ini bicara apa? Bukankah aku sudah pernah bilang persahabatan itu rasanya akan berbeda dengan kisah percintaan itu sendiri”

Tubuhnya sekarang oleng menyamping. Kedua kakinya yang terayun merangkak naik. Menghalangi jalur tangga. Matanya masih tertutup. Ia menghela nafasnya perlahan. Tenang. Kuperhatikan mata, hidung dan mulutnya untuk yang kesekian kali. Aku berkedip hanya untuk memastikan Luhan tampak lebih dewasa diwaktu-waktu yang tak terduga. Takut untuk kehilangan dan merasa cemburu untuk yang pertama kali. Apa yang terlintas dalam pikirannya sekarang? Sampai tersirat rasa khawatir dimatanya meski tertutup sekalipun. Aku bisa melihat ada bayangan yang merayapi kenangannya. Kenangan bersama Chanyeol malam itu. Malam dimana aku berdua dengannya melihat bulan dari kubangan air.

Pemuda berkulit putih itu berkesempatan bertandang kerumah Luhan setelah sekian lama. Melepas kerinduan, moment pernah kehilangan serasa tak pernah mereka rasakan. Mengungkapkan unek-unek yang ada dengan basa basi yang sulit diterjemahkan. Permbicaraan dua lelaki berumur 23.

“Apa yang membuatmu membangun XOXO?” Luhan serius.
“Apa salahnya membayar rasa salahku padamu dengan membangun sebagian impian yang kau kehendaki” Suara dalam Chanyeol mengusik kecurigaan Luhan.
“Aku percaya padamu bahwa suatu saat kau kembali dengan segala kejutan yang kau bawa. Aku benar-benar kesepian. Bodohnya aku hanya percaya padamu saja. Susah untuk bergaul dengan yang lain. Sampai Hyuki datang dengan caranya yang menarik” Cerita Luhan.
“Sudah sebatas apa kau dan dia?”
“Kita akan menikah bulan depan” Goda Luhan dengan wajah bengilnya.
“Jinjjayo?” Kaki Chanyeol terhentak hampir menjatuhkan gitar yang ia sandarkan di kursi. Luhan bertepuk tangan meriah. Gembira mengetahui temannya terkaget.
“Ada apa dengan matamu? Lihat ada bias cahaya yang aneh aigo~~ bola mata yang hitam berubah warna menjadi pink. Ah..pipi, telinga dan hidungmu memerah. Pria ini hidung belang” Lawakannya membuat Chanyeol menerjang tubuh mungil Luhan. Mengangkatnya tinggi-tinggi. Luhan membuat suara teriakan. Mereka bergulat cukup lama hingga ruangan berisik kemudian lelah.
“Kemampuanku bisa merasakan hal yang berbeda dalam diri sahabatku. Termasuk dirimu yang mungkin sedang dihinggapi getaran-getaran aneh” Luhan mengatur nafasnya lelah.
“Ah..Song Hyuki. Bagaimana jika aku cemburu dengan keakrabanmu?” Celetuk Chanyeol.
“Sayangnya aku tak bisa mencintainya. Tak pernah terbelsit diotakku aku akan menikah dengannya. Aku sayang padanya, merasakan cemburu jika ada pria yang menggodanya, ingin ku lindungi walau itu hanya tiupan angin yang berputar-putar pada tubuhnya. Tapi itu bukan cinta. Melebihi apapun. Melebihi kakak dan adik, saudara kembar bahkan sepasang kekasih sekalipun” Matanya yang menatap langit-langit kini mengarah kepada Chanyeol yang berusaha menyamakan perasaannya. Menatap pria itu begitu dalam, mata Luhan berbicara dalam suasana sendu. ”Dekati dia dan temukan kehangatan didalamnya. Sisi Hyuki yang tak pernah kau temukan didalam gadis lain. Seperti magnet dan candunya luar biasa”

*****
Acara jual menjual barang tak terpakai berlangsung ramai. Mungkin yang membuat ramai adalah Luhan bersama para fans-fansnya. Tiap tahunnya selalu saja bertambah. Kenapa tidak jadi artis saja pikirku kesal. Entah sejak kapan Luhan memiliki ability penarik perhatian gadis-gadis. Setauku Luhan juga tidak berbuat apa-apa dalam hidupnya yang menyebabkan kehuru-haraan didepan rumah. Tetangganya juga ikut berdatangan seperti memang menjadi tradisi disini. Aku menikmati ini semua jika Luhan dan keluarganya juga ikut senang.

Barang terjual lumayan banyak. Hingar bingar para pembeli masih belum surut meski menjelang malam. Aku harus bergegas ke rumah pak rektor untuk pertemuan pertamaku dengan anaknya sekaligus memberi kesan yang bagus diperkenalan pertama. Kubereskan semua sisa-sisa barang yang tak laku dijual. Luhan tampak lelah semuanya bekerja keras hari ini. Tapi tugasku belum selesai. Aku pamit lebih cepat. Sosok ayah dan Ibu memberiku pelukan hangat tanda sayang dan ucapan terima kasih.

Jelas Luhan tak pernah meninggalkanku sendiri. Diantarnya menggunakan taksi kali ini. Aku tau dia kelelahan meladeni teriakan gadis-gadis SMA. Gerbang rumah pak rektor terpampang membelenggu segala isinya. Seperti rumah hantu yang remang-remang. Orang kaya.

“Jangan terlalu lelah untuk perkenalan pertama masih ada Resto XOXO yang ingin ikut dibagi oleh semangatmu” Pesan Luhan baik-baik.
“Arraseo” Gemasku padanya membuat tanganku meluncur kejambulnya yang merah. Dia mengibaskan tanganku perlahan dengan desahan anak TK. “Andwae~~. Jangan lupa nanti akan dijemput Chanyeol”.
“Nae, Gomawo” Ada yang ingin kusampaikan sebelum Luhan beranjak pergi. “Oppa..” Aku memanggilnya, dia mendengarku.” Jika aku jatuh cinta. Jika cinta membutakan mata hatiku dan sekiranya berat bagiku untuk mempertahankannya apalagi jika akan merusak hubungan kita. Cegahlah aku, pisahkan kami berdua karena aku tidak ingin kehilanganmu. Jaebal”.

Ada hentakan dihati Luhan aku merasakannya. Dia tertegun sebentar, berusaha memaknai kalimatku. Aku ingin dipeluknya saat itu juga, aku pun merasa takut. Akan ada sesuatu yang menimpaku dalam waktu dekat. Gelisah. Namun dia hanya membalas ku dengan kalimat singkatnya, dengan senyuman yang paling hangat tercurah dari perasaannya “Semua akan baik-baik saja” Kemudian kami berpisah.

*****
Perasaan apa ini? Tegang. Gugup. Dag dig dug. Cemas dan bergetar. Kurapatkan gigiku. Kuketok lagi pintu seluas dua kali pintu berukuran normal itu masih tak ada tanggapan. Rumah rektor tiga kali luas rumahku. Daebak.  5 menit berlalu aku dibiarkan diluar. Mungkin ada bel? Jangan-jangan bentuk belnya tidak bisa kumaknai itu sebagai bel atau CCTV? Ah..molla.

Suntukku perkara pintu membuahkan hasil. Tak lama terdengar gagang pintunya bergemeletuk. Pintu terbuka. Seketika kusiapkan kalimat sapaan yang bagus untuk salam pertama. Kubetulkan poniku, kututupi jerawat yang makin memerah ini. Sosok wanita ternyata yang muncul, membelakangi ku. Kutahan kata ‘anyonghaeseo’ yang hampir menghambur dari kerongkongan. Kulihat saja wanita berparas tinggi itu yang ternyata sibuk tertawa bersama pria yang kemudian mengekor keluar dari balik pintu. Mereka tidak melihatku atau sengaja untuk tidak melihatku. Aku menunggu untuk digubris.

Ketika kuamati lebih dekat pria itu sama jangkungnya seperti Chanyeol mungkin lebih tinggi satu atau dua sentimeter, kontur wajahnya lebih lonjong dengan rahang yang tegas. Rambutnya hitam jabrik sepertinya sedang trend saat ini. Matanya berpendar tajam layaknya warewolf. Setelan busana kemeja putih pressbody, bawahan celana panjang hitam. Benar-benar cemerlang. Manusia jadi-jadiankah ini.

Kenapa kudalami setiap inci tubuhnya? Melihatnya terlalu lama akan membuatku kehabisan darah. Anggapanku aku adalah calon korbanya dan dia vampir. Warewolf menjadi vampir. Otakku sudah kongslet. Bagaimana dengan suaranya? Jangan-jangan seperti Luhan. Dia anak rektorkah? Ah..dia akan jadi muridkukah? Andwae! Pemuda seperti dia pasti memiliki predikat bahasa inggris diatas rata-rata. Matanya bias akan image bad boy. Aku terlalu banyak berimajinasi. Terlalu dikelilingi laki-laki macam manekin. Terlalu mengagungkan sosoknya sampai berkedippun tidak.

“ Kris oppa. Gomawo untuk malam ini. Ku harap bisa bertemu” Ujar wanita paruh baya itu dengan genit. Sempat dia memegang pundak warewolf itu. Masih tak menganggapku ada.

Namanya Kris. Statusnya pacar orang. Tipe wanita idealnya adalah nuna nuna ini. Wanita dengan tubuh sexy dan pasti melakukan operasi plastic. Hya! Kenapa aku bisa sekejam ini. Mengenalnya saja tidak. Hilangkan hilangkan.
Secercah cahaya menyilaukan mengarah padaku. Mobil sedan hitam parkir didepanku tepat. Seorang supir membukakan pintu kemudian wanita cantik itu masuk dan melambai malu-malu kearah Kris yang hanya membalasnya dengan senyuman hormat. Tampak tak segan. Tidak ada tanda sayang jika itu kekasihnya. Aneh.
Mobil sedan itu pergi, tinggal aku dan dia. Warewolf yang membuatku terpanah. Menusukku dengan mata elangnya. Aigo.

“Silahkan masuk, maaf ada sedikit gangguan” Ucapnya ramah. Dentuman suara bassnya lebih berat dari suara Chanyeol. Parau dan penuh geraman. Fix! Manusia setengah serigala. Dan dia ternyata menganggapku ada sedari tadi. Kenapa aku jadi senang?
“An..anyeong. Ehem. Aku guru…”
“Guru bahasa inggris”
Ada apa dengan pita suaraku, mendadak serak dan melemah.

Aku masuk kedalam istana warewolf. Pak rektor memiliki selera yang bagus. Selera kebarat-baratan. Diajaknya anak biasa sepertiku masuk kedalam ruangan yang lebih pribadi. Jalannya cukup jauh melewati lorong-lorong dan sekarang naik tangga. Mencoba untuk membiasakan diri dengan kondisi ini.

“Aku Kris dan kau pasti Song Hyuki” Warewolf ini bicara dengan jantannya. Namaku disebut dengan lugas. Ada bunga-bunga dalam kepalaku yang berterbangan. Tak pernah kurasakan sebelumnya.“Klienku sepertinya tampak mengganggu ya? Tatapanmu membuatku agak tersinggung?”
Seperti tamparan keras dipipiku. Aku bukan menatapnya tapi menatapmu.
“Kau juga menatapku lebih dari  tiga detik hehe” Tiba-tiba dia terkekeh. Bunuh keidiotanku sekarang. Mulutku hanya terkatup-katup. “Mianhae, aku tak bermaksud seperti itu. Mungkin aku terlalu exited bertemu murid pertamaku” Song Hyuki kau terlalu jujur. Aku menggeleng dibalik punggungnya. Mengikuti jenjang kakinya melangkah. Dia melanjutkan tawanya yang renyah. Sejenak ada yang mengusik kepalaku.
“Tunggu, kau bilang klien? Lalu oppa?” Rasa ingin tahuku menyeruak. Mata elangnya melirikku lagi. Seperti berenang-renang mencari jawaban yang tepat. Tangannya membuka pintu tepat disebelahku.
“Kau bisa memanggilku oppa jika kau mau” Santainya. Kris melenggang masuk meninggalkanku yang mematung diluar. Mungkin dia melihat ekspresiku yang congkak. Aku sadar itu “Masuklah. Maaf tempatnya sempit”.

Standar tempat sempit baginya adalah lapangan bagiku. Aromanya benar-benar menyegarkan. Parfum? Bukan. Bau lembab yang menyegarkan. Hutan? Seperti aroma pohon pinus. Bolehkah aku terdampar diranjangnya yang tampak empuk dengan selimut-selimut bulu yang menyembul. Mataku jadi ingin tidur. Sederhana tak banyak pernak-pernik seperti kamar Luhan. Pajangan beberapa foto masa kecil. Beberapa rak buku. Meja belajar, lemari dan kamar mandi dalam. Warnanya serba netral. Ada kecoklatan, cream, biru muda dan pria seperti dia menyimpan warna feminim juga rupanya. Aku menahan tawa.

“Tidak ada sofa jadi belajar dikarpet saja sepertinya lebih menyenangkan” Simpulnya. Aku tercekat bingung menanggapi tawaranya. Entah kenapa pikiran dan otot-otot kakiku seperti tersihir. Aku duduk seperti anjing yang disuruh tuannya. Di karpet yang lembut. Otak kanan dan kiriku masih bergelut dengan gerutuan akan auranya. Tanpa aku sadari Kris dengan sangat biasa duduk manis di atas ranjang sambil memperhatikan tingkahku. Kedua kakinya menopang siku-sikunya yang kekar. Aku masih tak percaya dia anak SMA dan dia muridku. Segala khayalanku adalah sampah. Mulai kukeluarkan modul grammer yang paling ditakuti siswa SMA tanpa menatapnya.

Kris masih bergeming kemudian kudengar dia menebar senyum kecilnya. Aku masih diam, kukatubkan kedua bibirku. Kenapa dia masih duduk diatas? Mencoba menjadi guru yang baik. Kesan pertama harus terlihat ramah dan sabar.

“Anggap saja kita sudah melakukan perkenalan. Kau tau namaku dan akhirnya aku juga tau namamu” Kugunakan bahasa formal agar terlihat professional dimatanya. “Awal pertemuan aku ingin sekedar sharing mengenai kemampuan bahasa inggrismu. Apa yang susah dari pelajaran itu? Apa yang kau suka?”
Bahasa formalku agakanya terasa aneh baginya. Dia menatapku terus menerus membuatku salah tingkah. Sekarang punggungnya merosot kebawah. Berjongkok dihadapanku. Memegangi dengkulnya yang terbalut celana hitam. Luhan tolong aku.

“Mulai lah berbicara menggunakan bahasa inggris sesukamu. Dimulai dari sekarang”
My name is Kris. Iam from Canada. I like basket. I wanna be basket player. My favorit song is Angel by EXO. You know that? Just ballad song. I love this country. Really beautiful…
Sepertinya dia sudah menipuku. Tipuannya mengaburkan segala perasaanku. Mengelabuhi kemarahanku menjadi sesuatu yang aneh yang susah didiskripsikan. Dia mengoceh dalam bahasa inggris dengan standar diluar kendali. Lebih pintar dari yang kubayangkan. Mahacongkaknya aku sekarang.
And im not your student. No student, no teacher. Just you and me
Dia mengigau kali ini. Baru kali pertama kulihat warewolf mabuk. Chanyeol jemput aku sekarang kumohon.

TBC….
  




  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar