Orang itu adalah kamu. Iya kamu, yang memakai kemeja biru muda polos. Mengamatimu hanya untuk melihat bahwa jarak kita sangatlah dekat. Otomatis menyeret semua ragaku. Membenamkan akal sehatku. Lumpuh menjadi kebodohan yang membuatku menari diatas rindu sosokmu. Kamu yang bercirikan tinggi dan pandai beretorika nada baku, sedikit memiliki keparauan khas keJawatimuran selalu menggema ditelingaku.
Seluruh spekulasi dan daya pikirmu yang memanipulasi imajiku menjadi realita berdasarkan logika.
Hobimu yang selalu bergelut dengan angka angka yang menyesatkanku. Matematika, Fisika, Kimia adalah sohib sejati yang kau berdayakan menjadi sebuah geng konyol bagiku. Bahkan Biologi masuk menjadi anggota newbie geng hitung menghitung yang kau favoritkan. Aku jadi cemburu ketika angka itu menertawakanku dan mengejekku sangat tak bersahabat. Hanya padamu rumus itu tunduk lalu tersipu malu. Itu bedanya dengan aku yang tak pandai ini.
Duniaku pada huruf huruf yang terangkai manis, berbasa basi tentangmu. Hanya sosokmu. Puisi, kisah pendek tanpa alur, cerpen, cerbung bahkan novel, semua adalah beribu-ribu kata, berpasang-pasang kalimat, sambung-menyambung menjadi paragraf hingga titik berlembar-lembar. Akankah kamu tau, semua tak kalah bernyawa dibanding sebutir angka yang kau seriuskan?
Sempatku tertawa bengis kemudian mencoba menyelami dunia angkamu. Mencintai apa yang kamu cintai, menyisihkan waktuku, berenang mengeja angka dan rumus frontal. Apa yang terjadi? Terpakuku hanya padamu yang mengajariku dengan terbata-bata. Panjang kali lebar lalu dikuadratkan, Jarak antara bumi dan matahari berjuta-juta tahun cahaya, ilmu fisika kuantum yang mencercaku. Aku terhenyuh, sebegitu ahlinyakah makhluk didepanku ini. Apa yang ada diotaknya? Kenapa aku jatuh cinta pada ke-MIPA-annya. Mestinya aku menjauhi angka yang menhujatku.
Garis bibirnya senada dengan bingkai kacamata yang membulatkan mata sayunya. Mahasempurna. Aku dengan simbol artistik dan kecerobohan dimana mana, banyak bicara, menjadi seniman moody yang nyentrik ditambah daya khayal yang ekstrem disandingkan dengan manusia penggila logika, manner pemimpin yang teguh prinsipnya, pemikiran jangka panjang sejauh jarak matahari dan pluto mungkin dan minim bermain kata bahkan saat bicara sekalipun. Tak mampuku menandingi Tak pantas mendekat hanya menatap sekedar tatapan teman. Inikah cinta tapi beda.
Cintaku terbalas secara isyarat tanpa bahasa tanpa logika
Aku dengan kataku dan kamu dengan angkamu
by : Indah
Sekarang ceritanya bukan si ganteng dan si biasa, bukan si kaya dan si miskin tapi si perangkai kata dan si penata angka :)
Hallo Pus~
BalasHapusKunjungan Blogger.Hehhehe
Itu anak yang benci angka..koq sama kayak Aq yaa.Nyahh.nyah..
Cerpennya bagus tapi sayang kurang panjang =3=)..semangat deh buat tulisannya^^
Umma :3 kangennyaa...
BalasHapusini masuk cerpen ya..aku pikir ini flash story aja hhehe
iya umma makasiii :D
Oww aq kira cerpen dari kisah nyata gitu.Hhahah
Hapus