Rabu, 13 Maret 2013

Kepada Bola Dunia

Teruntuk Bola Dunia


Sebelumnya, aku, si Periang ingin menyampaikan beribu kata desah dan lontaran kata terima kasih kepadamu yang suka berputar pada porosnya. Terima kasih telah mengizinkanku menginjak-injak lantai lembab berlumut nan dingin, terima kasih telah memberiku ruang yang lapang hingga tak cukup waktu yang kumiliki untuk berkeliling bahkan tak mampu dan terima kasih telah ramah meneduhkanku dengan atap mencerahkan sehingga dapatku melihat laut secara bersamaan dan sadar bahwa laut masih biru dipantulan awanmu.

Semua telah kusyukuri dan kuindahkan dalam memori hati, tapi kenapa aku yang menumpang ini masih tak bisa menepis istilah dunia itu kejam? Apa yang salah denganku atau denganmu? Kenapa aku masih merasa kesal dengan segala kehidupan ini?

Bagian desahannya adalah ketika aku harus menjadi dan mencoba menjejalkan rasa riangku didesakan rasa sakit akan kisah asmara yang rumit. Menyusuri dasar hati yang gelap dengan pulasan pipi merona seakan-akan aku masih baik-baik saja. Makin kedalam makin terperosok lalu diseret didalam kegelapan dan keperihan. Aku bukan gadis perih tapi peri-ang, kuyakinkan segalanya. Adegan dicintai mencintai. Membenci dan dibenci. Kehilangan dan dihilangkan. Merindu dan dirindukan. Cinta bersemi kembali dan tak mau kembali. Keterlambatan dan menyalahkan waktu. Rasa datang disaat yang salah. Dipatahkan dan mematahkan. Persimpangan masa silam.

Lelah didasar hati, aku berlari berlindung dalam sapaan hangat sahabat. Memulihkan keadaan, meramaikan suasana tapi dikeramaian masih terasa senyap. Sangat menguatkan, tapi tak untuk selamanya. Duka tak hanya ada pada asmara tapi pertemananpun. Saling membelakangi, membicarakan tanpa henti. Saling menyombong akan keadaan yang dimiliki. Saling iri dan menghakimi menyerang perasaan. Yang ku ambil hanya serat-serat nasehat positif untuk dikaji lebih dalam dan dicocokkan pada masalah yang bertubi datangnya. Seperti teori untuk memecahkan kasus penelitian ilmiah.

Merangkakku pada lingkup kecil yang disebut keluarga. Meminta untuk dihangatkan hati dan perasaan, diteguhkan segalanya namun biang kerok muncul kembali ketika menerjang semangat masa depan. Diloyokan hatiku kembali, digoyahkan seluruh riangku lagi saat keluarga pada titik egoisnya masing-masing, mengatur yang tak berhak mereka atur, menjembatani apa yang mereka mau, lalu dipaksa untuk melaluinya tanpa terjatuh. Lantas seperti boneka, fisik ini tak pernah sinkron dengan pikiran dan kalbu. Aku harus bagaimana? Bantuan terakhirku ada pada keluarga! Tapi tak pernah sama, prinsip ataupun kehidupan yang aku jalani.

Dari semuanya, seperti rangkaian skenario yang memang engkau buat agar dirimu yang bundar ini tak merasa kesepian. Merasakan apa yang kurasa, membuatku menjadi sendiri, agar aku bisa bersamamu dengan cukup memimpikan keberduaan yang searah denganku. Nyatanya enggan kau izinkan. Nyatanya aku hanya bisa menikmati alammu saja, tak kau biarkan aku berpaling mencari kebahagiaan lain. Alam masih bersamaku, hijaunya hutan yang menyita mataku tuk menutupnya, angin yang menyepoi menyegarkan lelahku, sinar yang menghangatkan kedinginan hatiku. Itukah caramu agar aku tak tampak sendiri? Jahatnya! bolehkan aku sekali-kali merasakan sentuhan-sentuhan kecil kebahagiaan yang aku inginkan? 

Aku berjanji akan menjadi yang kau inginkan 
Bola dunia tak pernah kutinggalkan alamnya
Tapi tolong, jangan rampas segalanya menjadi buih
dan membiarkan aku mencercamu sebagai dunia yang kejam

Tertanda Periang


Dreamer :’)


by : Indah

Bagi yang bingung mau curhat sama siapa, coba deh curhat saja sama alam pasti didengar kok :p
Jadi ini surat kaleng untuk bumi dari gadis periang ceritanya :D



Tidak ada komentar:

Posting Komentar