Teruntuk Bola Dunia
Sebelumnya, aku, si Periang ingin menyampaikan beribu kata desah dan
lontaran kata terima kasih kepadamu yang suka berputar pada porosnya. Terima
kasih telah mengizinkanku menginjak-injak lantai lembab berlumut nan dingin,
terima kasih telah memberiku ruang yang lapang hingga tak cukup waktu yang
kumiliki untuk berkeliling bahkan tak mampu dan terima kasih telah ramah
meneduhkanku dengan atap mencerahkan sehingga dapatku melihat laut secara
bersamaan dan sadar bahwa laut masih biru dipantulan awanmu.
Semua telah kusyukuri dan kuindahkan dalam memori hati, tapi kenapa aku
yang menumpang ini masih tak bisa menepis istilah dunia itu kejam? Apa yang
salah denganku atau denganmu? Kenapa aku masih merasa kesal dengan segala kehidupan
ini?
Bagian desahannya adalah ketika aku harus menjadi dan mencoba menjejalkan
rasa riangku didesakan rasa sakit akan kisah asmara yang rumit. Menyusuri dasar
hati yang gelap dengan pulasan pipi merona seakan-akan aku masih baik-baik
saja. Makin kedalam makin terperosok lalu diseret didalam kegelapan dan
keperihan. Aku bukan gadis perih tapi peri-ang, kuyakinkan segalanya. Adegan
dicintai mencintai. Membenci dan dibenci. Kehilangan dan dihilangkan. Merindu
dan dirindukan. Cinta bersemi kembali dan tak mau kembali. Keterlambatan dan
menyalahkan waktu. Rasa datang disaat yang salah. Dipatahkan dan mematahkan. Persimpangan
masa silam.
Lelah didasar hati, aku berlari berlindung dalam sapaan hangat sahabat.
Memulihkan keadaan, meramaikan suasana tapi dikeramaian masih terasa senyap.
Sangat menguatkan, tapi tak untuk selamanya. Duka tak hanya ada pada asmara tapi
pertemananpun. Saling membelakangi, membicarakan tanpa henti. Saling menyombong
akan keadaan yang dimiliki. Saling iri dan menghakimi menyerang perasaan. Yang
ku ambil hanya serat-serat nasehat positif untuk dikaji lebih dalam dan
dicocokkan pada masalah yang bertubi datangnya. Seperti teori untuk memecahkan
kasus penelitian ilmiah.
Merangkakku pada lingkup kecil yang disebut keluarga. Meminta untuk
dihangatkan hati dan perasaan, diteguhkan segalanya namun biang kerok muncul kembali ketika menerjang
semangat masa depan. Diloyokan hatiku kembali, digoyahkan seluruh riangku lagi
saat keluarga pada titik egoisnya masing-masing, mengatur yang tak berhak
mereka atur, menjembatani apa yang mereka mau, lalu dipaksa untuk melaluinya
tanpa terjatuh. Lantas seperti boneka, fisik ini tak pernah sinkron dengan
pikiran dan kalbu. Aku harus bagaimana? Bantuan terakhirku ada pada keluarga!
Tapi tak pernah sama, prinsip ataupun kehidupan yang aku jalani.
Dari semuanya, seperti rangkaian skenario yang memang engkau buat agar
dirimu yang bundar ini tak merasa kesepian. Merasakan apa yang kurasa,
membuatku menjadi sendiri, agar aku bisa bersamamu dengan cukup memimpikan
keberduaan yang searah denganku. Nyatanya enggan kau izinkan. Nyatanya aku hanya
bisa menikmati alammu saja, tak kau biarkan aku berpaling mencari kebahagiaan
lain. Alam masih bersamaku, hijaunya hutan yang menyita mataku tuk menutupnya,
angin yang menyepoi menyegarkan lelahku, sinar yang menghangatkan kedinginan
hatiku. Itukah caramu agar aku tak tampak sendiri? Jahatnya! bolehkan aku
sekali-kali merasakan sentuhan-sentuhan kecil kebahagiaan yang aku inginkan?
Aku berjanji akan menjadi yang kau inginkan
Bola dunia tak pernah kutinggalkan alamnya
Tapi tolong, jangan rampas segalanya menjadi buih
dan membiarkan aku mencercamu sebagai dunia yang kejam
Tertanda Periang
Dreamer :’)
by : Indah
Bagi yang bingung mau curhat sama siapa, coba deh curhat saja sama alam pasti didengar kok :p
Jadi ini surat kaleng untuk bumi dari gadis periang ceritanya :D
Bagi yang bingung mau curhat sama siapa, coba deh curhat saja sama alam pasti didengar kok :p
Jadi ini surat kaleng untuk bumi dari gadis periang ceritanya :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar